Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB, di New York, Jumat (28/9/2018), menyatakan, negara itu mulai menyerahkan rudal sistem antiserangan udara S-300 kepada Damaskus.
Keputusan Rusia memperkuat pertahanan Damaskus dengan S-300 merupakan balasan terhadap Israel yang oleh Moskwa dituduh bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat pengintai militer Rusia, Il-20M, 17 September lalu, di lepas pantai Suriah. Ada 15 tentara Rusia tewas dalam insiden itu.
Israel adalah negara paling dirugikan akibat keputusan Rusia menyerahkan rudal S-300 kepada pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Sistem pertahanan S-300 akan mengakhiri hegemoni pesawat tempur Israel di wilayah udara Suriah. Israel selama ini mengklaim telah lebih dari 100 kali melakukan gempuran udara di Suriah sejak 2011, tanpa satu pun pesawat tempurnya ditembak jatuh.
Meskipun Damaskus diperkuat sistem rudal S-300, Israel mengaku tetap akan menyerang sasaran Iran dan Hezbollah di Suriah. Bagi Israel, tidak ada pilihan kecuali menggempur sasaran Iran dan Hezbollah di Suriah karena hal itu merupakan kebijakan strategis Tel Aviv.
Bagi Israel, musuh terberat secara militer di Timur Tengah adalah Iran dan Hezbollah. Kekuatan militer negara-negara Arab utama—Irak, Suriah, Mesir dan Arab Saudi—telah lumpuh atau dinetralkan.
Kekuatan militer Irak, misalnya, ambruk setelah invasi AS ke negara itu pada 2003. Kekuatan militer Suriah juga lumpuh setelah berkobarnya perang tahun 2011 hingga sekarang.
Kekuatan militer Mesir dapat dinetralkan sejak tercapai kesepakatan damai negara itu dengan Israel di Camp David, AS, 1979. Adapun Arab Saudi, meskipun memiliki peralatan militer modern buatan AS, kini lebih menganggap Iran sebagai musuh bebuyutan daripada Israel.
Kesepakatan khusus
Ada tiga opsi Israel dalam menghadapi rudal canggih S-300 yang dimiliki Suriah. Pertama, Tel Aviv mencapai kesepakatan khusus dengan Moskwa tentang mekanisme penggunaan rudal S-300 milik Damaskus yang dapat mengurangi ancaman terhadap Israel. Imbalannya, Israel tak dapat semena-mena menerbangkan pesawat tempur di wilayah Suriah.
Opsi ini dinilai ideal karena akan melanggengkan kerja sama Israel-Rusia di Suriah. Potensi kerugian pada semua pihak dapat ditekan.
Kedua, Israel menerjunkan pasukan komando untuk merampas rudal S-300 dari wilayah Suriah. Israel pernah merampas sistem radar dan antiserangan udara P-12 buatan Rusia milik Mesir dari area Terusan Suez pada 1969. Ketika itu, sistem tersebut berhasil menjatuhkan 15 pesawat tempur F-5 buatan AS milik Israel.
Ketiga, Israel menghancurkan rudal S-300 lewat gempuran udara. Untuk mewujudkannya, Israel bisa menggunakan pesawat tempur supercanggih F-35 buatan AS.
Terkait opsi ketiga ini, Israel pernah menghancurkan sistem antiserangan udara SAM-5 buatan Rusia milik Suriah tahun 1982 yang dipasang di Lembah Bekaa, Lebanon, melalui gempuran udara.
Kini, kita tinggal menunggu, opsi apa yang dipilih Israel untuk menangani rudal S-300 di Damaskus itu.