SHANGHAI, SENIN —Pasar saham global jatuh pada Senin (8/10/2018) karena investor merespons keputusan yang dikeluarkan pada akhir pekan oleh otoritas moneter China untuk mengurangi jumlah modal yang dibutuhkan bank. Langkah itu memicu kekhawatiran bahwa negara dengan perekonomian nomor dua terbesar di dunia itu sedang berjuang menghadapi sengketa tarif alias perang dagang dengan Amerika Serikat.
Indeks-indeks saham secara global membuka pekan ini dengan penurunan. Di Eropa, Indeks DAX Jerman turun 0,9 persen, sementara indeks CAC 40 di Perancis juga turun 0,9 persen. Indeks FTSE 100 di daratan Inggris pun bergerak 0,6 persen lebih rendah. Indeks saham di AS dibuka melemah hingga tulisan ini ditulis, seiring dengan future sebelum pasar dibuka. Perdagangan di Wall Street cenderung lebih sepi karena pemerintah federal, pasar obligasi, dan banyak negara bagian mempersiapkan Hari Columbus. Bursa Eropa dan AS mengikuti pergerakan pasar saham Asia yang mayoritas turun.
Setelah libur selama seminggu, Shanghai Composite mengakhiri hari pertamanya kembali hampir 4 persen lebih rendah. Indeks Hang Seng juga melemah 1,4 persen. Pasar saham Jepang ditutup karena libur. Adapun indeks S & P-ASX 200 di Sydney kehilangan 1,4 persen dan Seoul Kospi turun 0,6 persen. Indeks Sensex India juga melemah 0,3 persen.
Sejumlah analis menyoroti kondisi pasar yang kurang kondusif pada saat ini. ”Kondisi seperti ini mendorong gagasan bahwa tindakan balas dendam lanjutan terhadap tarif perdagangan yang diterapkan oleh AS akan terjadi,” kata James Hughes, analis pasar utama di AxiTrader.
Penurunan indeks bursa merupakan respons terhadap langkah Beijing yang menyuntikkan modal ke dalam ekonomi sebagai upaya mendinginkan kondisi lewat cara pengurangan tingkat cadangan bank. Para ekonom mengatakan harus ada pembebasan sekitar 1,2 triliun yuan (175 miliar dollar AS) untuk pinjaman. Dalam situasi ini, otoritas moneter memberi tahu bank untuk meminjamkan lebih banyak dana mereka kepada pengusaha sehingga diharapkan perekonomian lebih berputar secara produktif.
Para pemimpin China berusaha menopang pertumbuhan ekonomi yang mulai melambat setelah Beijing memperketat kontrol pinjaman tahun lalu untuk mengendalikan laju utang. Pertarungan tarif dengan AS yang diprakarsai Presiden AS Donald Trump telah menambah tekanan pada pertumbuhan ekonomi China.
Kenaikan suku bunga
Selain karena penerapan tarif oleh AS-China, situasi kurang menggembirakan terjadi juga karena ada analisis bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga lebih jauh dari yang diperkirakan pasar sekarang. Analisis ini muncul setelah data pekerjaan menunjukkan pengurangan tingkat pengangguran AS ke level terendah dalam kurun 40 tahun di level sekitar 3,7 persen. Selain itu, pasar berspekulasi dengan komentar Gubernur The Fed Jerome Powell yang menyatakan, tingkat suku bunga AS masih jauh untuk menahan pertumbuhan ekonomi AS.
Para investor juga terus mengikuti kondisi Italia, yang memicu kegelisahan pada pekan lalu dengan meluncurkan anggaran yang mengatur defisit publik di kisaran 2,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk tiga tahun ke depan. Hal itu menyebabkan muncul teguran dari Brussels yang memaksa Italia untuk meninjaunya kembali.
Komisi Eropa secara khusus, pekan lalu, meminta Menteri Ekonomi Italia Giovanni Tria mengatasi keprihatinan serius terkait anggaran. Namun, Wakil Perdana Menteri Luigi Di Maio menjawab bahwa pemerintah tidak akan mundur atas rencana yang sudah dibicarakan bersama.
Sesama Wakil Perdana Menteri Matteo Salvini bahkan berang. Ia mengkritik keras Kepala Komisi UE Jean-Claude Juncker dan Komisaris Ekonomi Uni Eropa Pierre Moscovici secara langsung.
Salvini menyebut sejumlah pejabat UE telah menyebabkan ketidakamanan dan ketakutan ke seluruh Eropa. (AP/AFP/BEN)