SEOUL, SENIN —Pertemuan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Minggu, berjalan dengan baik dan produktif. Kim dan Pompeo sepakat akan mewujudkan pertemuan lagi antara Kim dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, secepatnya. Kabar positif ini dilaporkan kantor berita Korea Utara, KCNA, Senin (8/10/2018).
Kedua pemimpin itu berdialog selama 2 jam. Selain rencana pertemuan Kim dan Trump, Kim dan Pompeo juga membicarakan tentang proses perlucutan nuklir Korut yang akan disaksikan oleh AS. Mengikuti langkah Korut, AS juga berjanji akan membicarakan kemungkinan melucuti nuklir.
”Kim Jong Un menghargai situasi positif yang berkembang di Semenanjung Korea. Dalam pertemuan itu Kim juga mengundang tim peninjau AS ke fasilitas nuklir Punggye-ri yang sudah dibongkar, Mei lalu, supaya dapat dibuktikan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Heather Nauert.
Kunjungan Pompeo keempat kalinya ke Korut ini lebih baik daripada sebelumnya. Pada kunjungan sebelumnya, Juli lalu, rezim Korut menilai Pompeo terlalu memaksakan kehendak kepada Korut. Pada waktu itu, Pompeo tidak bertemu dengan Kim. ”Ini kemajuan lagi ke arah perlucutan nuklir. Pembicaraan kami berlangsung baik. Masih banyak yang harus dilakukan bersama,” kata Pompeo yang kemudian melanjutkan perjalanan ke Korea Selatan dan China.
Kunjungan Pompeo ke China diduga akan tegang. Pasalnya, baru beberapa hari lalu Wakil Presiden AS Mike Pence mengeluarkan pernyataan menyerang dengan menuduh China sengaja melakukan agresi militer, mencuri, memiliki tingkat pelanggaran hak asasi manusia yang tinggi, dan ikut campur dalam pemilu melawan Trump.
Ubah strategi
Guru Besar dari Universitas Kajian Korea Utara di Seoul, Korsel, Yang Moo-jin, menyarankan sebaiknya AS mempertimbangkan alternatif pilihan lain dalam menangani Korut dan tidak hanya fokus pada memberi sanksi tegas. Apalagi, saat ini, China, Rusia, dan Korsel gencar meminta agar sanksi komunitas internasional kepada Korut dilonggarkan atau dicabut.
”Korut sudah mengambil langkah konkret ke arah perlucutan nuklir. Jika AS bersikeras meminta Korut melucuti seluruh rudal dan nuklirnya, komunitas internasional akan mengecam AS, apalagi jika AS tidak mencabut sanksinya,” tutur Yang.
Yang meyakini persoalan akan menjadi lebih mudah dicari solusinya apabila AS bersedia mencabut atau melonggarkan sedikit saja sanksinya. Ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa Korut mencatat kemajuan.
Kang Kyung-wha dari Kementerian Luar Negeri Korsel ketika diwawancarai harian the Washington Post mengatakan, Korut kemungkinan akan mau menghentikan operasional lokasi nuklirnya di Yongbyon, lokasi utama pengembangan nuklir Korut. Sebagai imbal baliknya, AS bisa secara formal mengakhiri Perang Korea (1950-1953) dengan pakta perdamaian. Secara teknis, perang belum berakhir karena masih berstatus gencatan senjata.
Jika AS tidak melakukan hal yang sama dengan Korut, rezim Kim tak akan mau bekerja sama lagi. (REUTERS/AFP/LUK)