SEOUL, RABU - Korea Selatan mempertimbangkan untuk mengurangi sebagian sanksinya kepada Korea Utara. Hal ini diharapkan bisa memacu peningkatan diplomasi dan menurunkan ketegangan akibat krisis nuklir di Semenanjung Korea.
”Seiring negosiasi untuk terus meningkatkan hubungan Selatan dan Utara serta mencapai denuklirisasi ada kebutuhan kelenturan kebijakan selama tidak melanggar kerangka besar sanksi terhadap Korut,” kata Menteri Luar Negeri Korsel Kang Kyung-wha, Rabu (10/10/2018), di parlemen di Seoul.
Sanksi yang sedang dikaji untuk dikurangi adalah yang dikenakan setelah serangan terhadap kapal perang Korsel pada 2010. Korsel menyimpulkan, insiden yang menewaskan 45 pelautnya itu dilakukan oleh Korut. Sanksi yang dikenal sebagai Langkah Mei 24 ini, antara lain, melarang Korut menggunakan jalur pelayaran di perairan Korsel. Korsel saat itu juga mengakhiri kerja sama lintas perbatasan kecuali pengoperasian bersama pabrik di Kaesong, Korut. Pabrik ini dihentikan pada 2016 saat Korut melakukan uji coba nuklir.
Pengurangan sanksi Langkah Mei 24 ini sedang dipertimbangkan juga karena banyak di antaranya serupa dengan sanksi internasional yang sekarang masih diterapkan.
Pengurangan sanksi oleh Korsel memang tidak berdampak banyak pada Korut mengingat sanksi internasional tetap berlaku. Meski demikian, yang jelas, Korsel memberikan sinyal untuk menghidupkan lagi kerja sama ekonomi jika perundingan nuklir Korut-Amerika Serikat mulai memperlihatkan hasil.
Presiden Korsel Moon Jae-in pernah menyatakan, hubungan kedua negara amat penting dalam pemecahan masalah nuklir di Semenanjung Korea. Ia menunjukkan optimisme bagi keberhasilan perundingan nuklir Korut.
Kala melawat ke Korut bulan lalu, Moon mengajak sejumlah pengusaha. Korut dan Korsel juga sepakat akan mengoperasikan kembali kawasan industri bersama di Kaesong.
Korut dan Korsel mengumumkan pula langkah-langkah untuk menurunkan potensi ancaman militer. Caranya dengan membuat zona demiliterisasi dan larangan terbang. Korut juga kembali menyatakan siap menghentikan operasi fasilitas nuklir utamanya di Nyongbyon jika AS mengambil langkah yang disepakati bersama.
Penasihat Moon, Koh Yu-hwan, menyebut pengurangan sanksi tidak cukup untuk membuat turis kembali ke Korut. Adapun sanksi PBB terhadap Korut memang tidak melarang pariwisata, tetapi melarang ketat pengiriman dana ke Korut.
Meskipun demikian, Koh tidak menampik bahwa pencabutan sanksi oleh Korsel akan memberikan manfaat bagi Korut. ”Bagi Korut, makna terpenting bagi pencabutan sanksi (dalam kerangka) Langkah 24 Mei adalah kapal-kapalnya bisa kembali melewati Selat Jeju. Hal itu akan menghemat waktu dan biaya,” tutur pakar Korut di Universitas Dongguk, Seoul, itu.
Pasokan air
Kesepakatan dari pertemuan Moon dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, bulan lalu, mulai diwujudkan Korsel. Kantor penghubung Korsel di Kaesong kembali dibuka. Korsel memasok air ke kantor tersebut dan penduduk sekitarnya.
Setiap hari, Korsel mengirim hingga 2.000 ton air untuk kantor dan 15.000 ton lain bagi penduduk di sekitarnya. Juru Bicara Kementerian Unifikasi Korsel Baik Tae-hyun menyatakan, pasokan itu tidak melanggar sanksi apa pun. ”Ada pertimbangan kemanusiaan karena penduduk di Kaesong bergantung pada fasilitas pengolahan air kawasan. Ini sama sekali tak berhubungan dengan mengaktifkan lagi kawasan industri Kaesong,” tuturnya.
Penghentian operasi di kawasan itu oleh Korsel membuat penduduk Kaesong kehilangan pasokan listrik dan air. Selama ini, Korsel yang memasok kebutuhan itu. (AP/RAZ)