Dari Lingkar Elite Al-Saud hingga Tragedi di Istanbul
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Sebelum menghilang di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, wartawan veteran Jamal Khashoggi (59) telah dibujuk Pemerintah Arab Saudi agar bersedia pulang ke Riyadh. Khashoggi lahir di kota Madinah tahun 1958. Beberapa bulan terakhir, Saud al-Qahtani—penasihat politik Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS)—turun tangan membujuk Khashoggi agar pulang ke Arab Saudi. Qahtani sempat menelepon Khashoggi untuk menyampaikan salam dari MBS dan memintanya segera pulang.
Namun, Khashoggi menolak bujukan Qahtani dan beberapa pejabat tinggi Arab Saudi lainnya. Pemerintah Arab Saudi dikabarkan sangat cemas atas sikap Khashoggi yang beroposisi terhadap Riyadh. Di mata Riyadh, Khashoggi mengetahui dan memiliki banyak rahasia negara. Ia pernah selama sekian tahun menjadi penasihat urusan media mantan Kepala Intelijen Arab Saudi Pangeran Turki bin Faisal al-Saud.
Sebagai elite wartawan di Arab Saudi, Khashoggi berhubungan dekat dengan banyak elite kekuasaan dan para pangeran di lingkungan keluarga besar Al-Saud, termasuk konglomerat Pangeran Alwaleed bin Talal. Ia menjabat Wakil Pemimpin Redaksi Arab News, akhir 1990-an. Pada 2004, ia ditunjuk sebagai Pemimpin Redaksi Harian Al Watan.
Pada 2015, Khashoggi ditunjuk sebagai direktur utama stasiun televisi Al-Arab milik Alwaleed yang berbasis di Manama, Bahrain. Namun, televisi itu tak berusia lama karena ditutup otoritas Bahrain menyusul perbedaan pendapat soal kebijakan pemberitaan antara Khashoggi dan Pemerintah Bahrain.
Sejak ditutupnya televisi Al Arab, Khashoggi semakin kritis terhadap kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Ia pun lebih sering tampil di berbagai stasiun televisi Al-Arab untuk mengkritisi kebijakan Riyadh. Pada 2017, Khashoggi memilih mengasingkan diri ke Amerika Serikat karena khawatir sewaktu-waktu bisa ditahan otoritas keamanan Saudi lantaran sikap kritisnya.
Di AS, Khashoggi semakin lantang mengkritik Pemerintah Arab Saudi melalui berbagai artikelnya di harian The Washington Post. Setelah lebih setahun hidup di AS, ia memutuskan tinggal beberapa saat di Turki dan sempat membeli apartemen di Istanbul. Di Istanbul, ia berkenalan dengan perempuan Turki, Hatice Cengiz (36), melalui perantara sahabatnya. Khashoggi kemudian memutuskan untuk menikahi Cengiz.
Ketika berada di Istanbul, diberitakan Khashoggi masih coba dibujuk Pemerintah Arab Saudi agar bersedia pulang ke Riyadh. Disinyalir, seorang tokoh Turki yang punya hubungan baik dengan MBS turut membantu menjadi mediator antara Khashoggi dan Pemerintah Saudi. Namun, ia tetap menolak.
Gagal membujuk Khashoggi pulang ke Riyadh, otoritas Arab Saudi dikabarkan memutuskan untuk menangkap Khashoggi di mana pun berada. Riyadh menganggap Khashoggi sangat berbahaya karena menyimpan banyak rahasia negara.
Peluang menangkap datang ketika ada kabar Khashoggi akan mendatangi konsulat Saudi di Istanbul untuk mengurus surat pernikahan dengan Cengiz yang menegaskan Khashoggi tak memiliki istri. Undang-undang di Turki melarang poligami.
Arab Saudi dengan tegas menolak tuduhan bahwa Khashoggi hilang di konsulat di Istanbul atau dibunuh oleh aparat Arab Saudi. Tuduhan tersebut dikatakan ”benar-benar kebohongan dan tanpa dasar” serta hasil ”bocoran jahat dan rumor kejam”.