Meng Hongwei (65) adalah sedikit dari “orang pilihan” Presiden China Xi Jinping yang kariernya terus menanjak. Meng, atas petunjuk Xi, terpilih menjadi Presiden Interpol (Organisasi Polisi untuk Tindak Kriminal Internasional) yang berbasis di Perancis pada 2016. Meng dianggap menjadi “wajah modern” Beijing di panggung internasional.
Namun, pekan lalu Meng menghilang tanpa jejak ketika berangkat dari Lyon, Perancis, menuju Beijing, China. Hilangnya Meng menjadi perhatian internasional setelah sang isteri melapor pada aparat keamanan Perancis. Seorang pimpinan Interpol hilang, tentulah bukan hal sepele. Pada 5 Oktober, Interpol mengeluarkan pernyataan resmi di lamannya bahwa presiden Interpol hilang, dan Sekjen Interpol Jurgen Stock menjadi pelaksana harian pimpinan.
Setelah hari-hari berlalu tanpa kabar dan setelah seluruh saluran internasional dikerahkan untuk mengetahui keberadaan Meng, barulah muncul informasi dari Beijing bahwa Meng telah ditahan dan saat ini dalam penyelidikan atas tuduhan menerima suap. Ia dinyatakan mundur dari jabatannya sebagai Presiden Interpol, dan seluruh rekaman terkait aktivitasnya sebagai presiden Interpol dihapus dari internet.
Bayangkan, tulis The New York Times, seandainya suatu waktu Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa berasal dari China, lantas suatu hari ia menghilang tanpa jejak, apa yang terjadi?
Meng bukanlah yang pertama. Usai menghadiri Festival Film Cannes Perancis, Mei lalu, aktris terpopuler China Fan Bingbing hilang tanpa jejak. Para penggemarnya di media sosial yang berjumlah 62 juta orang bertanya-tanya, apa yang terjadi pada ratu film China ini.
Spekulasi berseliweran. Fan hilang setelah seorang reporter televisi mengunggah dokumen penghindaran pajak yang dilakukan Fan. Dalam pelaporan pajak, Fan menyebutkan dibayar 1,5 juta dollar AS, sementara Fan diduga menerima bayaran yang jauh lebih besar.
Fan juga merupakan wajah internasional China. Ia telah bermain bersama bintang-bintang papan atas Hollywood di sejumlah film laris dan sudah meneken kontrak untuk bermain bersama Penelope Cruz dalam 355, serta bermain bersama Bruce Willis dan Adrien Brody dalam Air Strike. Majalah Forbes menempatkan Fan di urutan pertama selebritas terkaya di China. Wajar jika hilangnya Fan menjadi pembicaraan publik di dalam dan luar negeri.
Setelah empat bulan berlalu tanpa jejak, akhirnya pekan lalu, “suara” Fan muncul di media sosial. Ia meminta maaf kepada pemerintah dan Partai Komunis China karena telah berbohong dan melakukan penghindaran pajak. Fan dihukum denda sekitar 130 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,9 triliun. Jika ia tak mampu membayar dalam batas waktu yang ditetapkan, Fan akan dipenjara. Bukan hanya Fan, pimpinan badan pajak pun dihukum karena dianggap ceroboh dalam mengurusi pajak Fan.
Tidak pandang bulu
Pesan yang ingin disampaikan pemerintahan Xi sangat jelas. Beijing akan tegas menindak siapa pun yang terlibat korupsi tanpa pandang bulu. Editorial Global Times, media suara pemerintah China, mengejek media Barat yang selalu menyalahkan langkah-langkah Beijing sebagai anti demokrasi. Mereka membandingkan dengan kasus Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Dominique Strauss-Kahn yang ditangkap polisi di New York pada 2011 karena dituduh menyerang seorang karyawan hotel. "Mengapa media Barat tidak ribut dan menganggap tindakan AS benar?" tulis Global Times.
Perbedaannya adalah transparansi, yang menjadi persyaratan sebuah negara demokratis. Harian AS, The New York Times (8/10/2018), yang juga mengambil contoh perbandingan kasus Kahn menyebutkan, dalam kasus Kahn seluruh proses legal, mulai dari pemeriksaan sampai penahanan—tuduhan pidana itu akhirnya didrop— berlangsung secara transparan dan dilaporkan media dengan saksama. Bayangkan, tulis Times, seandainya suatu waktu Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa berasal dari China, lantas suatu hari ia menghilang tanpa jejak, apa yang terjadi?
Terlepas apakah penahanan Meng memiliki motif politis atau tidak, kebijakan yang dilakukan Beijing dapat berdampak terhadap citra China di dunia internasional. Tentunya menjadi tak mudah bagi negara-negara lain untuk mempertimbangkan kandidat asal China memimpin organisasi-organisasi internasional.