Pembangunan Berbasis Lingkungan Menjadi Dasar Keunggulan Negara Nordik
Oleh
·3 menit baca
Keberlanjutan merupakan salah satu nilai fundamental yang dipegang tegak oleh negara Nordik dalam membangun perekonomian yang ramah lingkungan. Pilihan itu menempatkan Denmark, Finlandia, Norwegia, dan Swedia masuk dalam ranking ke-20 negara dengan ekonomi terbesar sedunia. Basisnya adalah pola pikir yang peduli lingkungan dan penggunaan energi terbarukan. Secara keseluruhan konsumsi energi terbarukan mereka telah mencapai 40 persen dari total kebutuhan.
”Kepedulian untuk menjaga dan merawat lingkungan alam merupakan nilai yang perlu ditanam sejak usia muda. Anak-anak perlu dibiasakan menjaga kebersihan dan mengelola sampah dengan rajin,” kata calon Duta Besar Swedia untuk Indonesia Marina Berg di sela-sela perayaan hari nasional negara Nordik di Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Duta Besar Denmark untuk Indonesia Rasmus Abildgaard Kristensen menambahkan, ”Pembangunan berkelanjutan belum tentu mahal. Kuncinya adalah mengambil keputusan yang bertanggung jawab dan menuju ke arah yang benar.”
Laporan Nordic Statistics 2017 mengemukakan, pada 2015, penggunaan energi terbarukan di negara Nordik mencapai 40 persen dari total konsumsi energi. Sisanya ialah minyak (29 persen), nuklir (16 persen), gas (8 persen), dan batubara (7 persen).
Denmark, Finlandia, dan Swedia paling banyak menggunakan biomassa dan limbah terbarukan (renewable waste). Norwegia paling banyak menggunakan tenaga air (hydro power). Di Uni Eropa, penggunaan energi terbarukan baru 13 persen dari total konsumsi energi.
Kondisi Indonesia
Di Indonesia, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang SP Brodjonegoro mengungkapkan, pembangunan—terkait dengan pertumbuhan ekonomi—masih bergantung pada eksploitasi sumber daya yang tidak berkelanjutan dan belum memperhitungkan faktor atau biaya kerusakan lingkungan hidup (Kompas, Senin, 8 Oktober 2018).
Hingga tahun 2030, Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan kerja sama internasional. Hal itu merupakan bagian dari upaya mencegah kenaikan suhu global yang disepakati dalam Persetujuan Paris bersama 197 negara anggota Kerangka Kerja Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (Kompas, Kamis, 18 Oktober 2018).
”Indonesia dianugerahi dengan lingkungan alam dan sumber energi yang luar biasa. Ada banyak peluang mengembangkan sumber energi matahari, angin, air, biomas, gelombang laut, dan lainnya. Semua itu menjadi kesempatan untuk beralih ke penggunaan konsumsi sumber energi yang lebih rendah,” kata Rasmus Abildgaard Kristensen.
Keempat negara Nordik menyatakan siap mendukung Indonesia mengembangkan perekonomian berkelanjutan dan ramah lingkungan. ”Kami siap membantu Indonesia. Upaya itu dapat dilakukan dengan biaya yang hemat,” kata Kristensen.
Mengingat target Pemerintah Indonesia meningkatkan penggunaan energi terbarukan yang saat ini hanya 6 persen menjadi 25 persen pada 2025, calon Duta Besar Finlandia untuk Indonesia Jari Sinkari mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS).
Pembangunan PLTS itu direncanakan dimulai pada Desember 2018 dan diharapkan beroperasi pada akhir 2021. PLTS itu diperkirakan dapat mengubah 2.200 ton sampah jadi listrik sebesar 35 megawatt per jam (Kompas.id, Rabu, 12 September 2018).
Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Vegard Kaale menambahkan, isu laut dan kehutanan merupakan salah satu perhatian utamanya dalam membangun kerja sama dengan Indonesia. ”Kita semua menghadapi masalah deforestrasi dan pencemaran laut. Pengelolaan hutan dan laut yang berkelanjutan perlu jadi fokus utama kita bersama,” ujarnya.
Selain energi dan lingkungan, Swedia berharap, kerja sama antara Indonesia dan negara Nordik dapat dikembangkan di sektor lain, seperti edukasi. ”Mahasiswa Indonesia tertarik untuk datang belajar ke Swedia. Kami menyambut mereka dengan senang hati,” ucapnya.