Ratusan tempat pemungutan suara kembali dibuka pada pemilu legislatif hari kedua di Afghanistan. Warga berupaya mengabaikan ancaman teror dan serangan kelompok militan.
KABUL, MINGGU Sebanyak 253 dari total 401 tempat pemungutan suara atau TPS yang tersebar di 20 provinsi—45 TPS di antaranya berada di ibu kota Kabul— dibuka kembali untuk melayani proses pemungutan suara warga dalam pemilu legislatif di Afghanistan, Minggu (21/10/2018). Kantor Komisi Pemilihan Independen (IEC) mengungkapkan, sebanyak 148 TPS lainnya diputuskan tak jadi dibuka dengan alasan masalah keamanan.
Misi Perserikatan Bangsa- Bangsa di Afghanistan memuji upaya pemerintah dan para pemangku kepentingan di negeri itu yang mau dan berupaya keras menyelenggarakan pemilu di tengah persoalan-persoalan teknis yang muncul.
Antusiasme warga terlihat di sejumlah TPS. Mereka rela mengantre di depan TPS- TPS sejak fasilitas itu belum dibuka atau terlambat dibuka.
”Mereka yang memiliki hak memilih, tetapi tidak dapat atau tertunda memilihnya karena persoalan-persoalan teknis tetap punya hak untuk memilih,” demikian Misi PBB di Afghanistan dalam sebuah pernyataannya secara resmi.
Pemilu legislatif Afghanistan kali ini adalah pemilihan umum pertama sejak tahun 2010. Gangguan keamanan menjadi salah satu perhatian utama pemerintah dan keamanan setempat dalam proses pemilu ini. Hampir setiap hari terjadi gangguan keamanan yang diduga dilakukan kelompok militan Taliban. Kelompok itu menguasai hampir separuh wilayah Afghanistan.
Taliban beberapa kali menyatakan penolakannya terhadap proses negosiasi yang ditawarkan pemerintah di Kabul. Pemerintahan yang didukung Amerika Serikat itu juga digelayuti isu-isu lain, termasuk korupsi. Sejumlah warga pun tidak yakin pemilu ini berjalan dengan jujur dan adil.
Para penyelenggara pemilihan telah berupaya keras untuk memastikan proses registrasi berjalan dengan baik, minimal memenuhi ekspektasi pemerintah dan juga kaum pemilih. Salah satu yang diupayakan adalah digunakannya sistem biometrik baru guna memastikan keabsahan pemilih sekaligus mengurangi potensi pemilih ganda.
Mesin-mesin biometrik itu baru datang sebulan sebelum pemungutan suara berlangsung. Akibatnya, di lapangan, dilaporkan masih ditemui adanya gangguan teknis mengingat tidak ada proses uji coba atas mesin-mesin baru itu sebelumnya.
”Mayoritas masalah yang ditemui sehari sebelumnya masih juga ditemui pada hari ini,” kata juru bicara IEC, Ali Reza Rohani, kepada media.
Masalah terkait mesin dan proses verifikasi biometrik yang ditemui, antara lain, ketidaklengkapan data hingga adanya warga yang tidak terdaftar meskipun sudah mendaftarkan dirinya sebagai pemilih.
Para pengawas meminta proses verifikasi ini tidak terjadi lagi pada proses pemilihan presiden yang dijadwalkan pada April tahun depan. Hasil pemilu legislatif ini paling cepat baru akan mulai diumumkan sekitar pertengahan November mendatang. Adapun hasil lengkapnya baru diumumkan pada bulan Desember.
”Ini rasanya tidak cukup bagus untuk (pemilihan presiden) tahun depan,” ujar Wakil Direktur Jaringan Analis Afghanistan Thomas Ruttig. ”Lembaga IEC jelas memiliki kekurangan kapasitas untuk menggelar pemilu yang dapat diterima dan transparan.”
Gangguan keamanan
Data yang dikompilasi kantor berita AFP menunjukkan, pada hari pertama pemungutan suara, Sabtu, sebanyak 300 orang, terdiri dari warga dan petugas keamanan, menderita luka-luka akibat gangguan keamanan. Jumlah itu dua kali lipat lebih banyak dibandingkan data resmi yang dirilis pemerintah.
Wakil Menteri Dalam Negeri Afghanistan Akhtar Mohammed Ibrahimi mengatakan, sebanyak 36 orang terbunuh dalam serangan yang berlangsung hingga 200 kali. Dari mereka yang terbunuh itu, sebanyak 27 orang adalah warga sipil.
Diungkapkan pula bahwa aparat keamanan menewaskan sedikitnya 31 anggota Taliban dalam sebuah pertempuran bersenjata. Dilaporkan juga, peledakan bom atas sebuah truk di timur Provinsi Nangarhar itu menewaskan 11 orang.