Pembunuhan kolumnis The Washington Post, Jamal Khashoggi, secara tak langsung bisa memengaruhi rencana Gedung Putih mengegolkan rancangan kesepakatan damai di Timur Tengah.
Sampai saat ini Gedung Putih masih enggan merilis seperti apa rancangan yang ditawarkan, tetapi isyarat bahwa AS kian menjauh dari upaya mewujudkan ”solusi dua negara” semakin jelas. AS mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Jerusalem.
Ketua tim negosiasi Timteng Jared Kushner, menantu Presiden AS Donald Trump, memiliki relasi erat dengan Israel dan gerakan pemukiman di Tepi Barat. Kushner selama ini mendekati Arab Saudi untuk dilibatkan dalam upaya ini. Selain memiliki dana besar, Saudi juga berharap meraih prestise di dunia Arab jika mampu membawa Palestina dan Israel ke meja perundingan.
Kushner menjalin pertemanan khusus dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), yang dianggap mampu membawa modernisasi di negaranya. Secara diam-diam Kushner berkunjung ke Saudi tahun lalu untuk membicarakan strategi Israel dan Palestina. Targetnya, aliansi Israel-Saudi bisa menghadang pengaruh Iran di kawasan.
Namun, rencana ini berantakan setelah Presiden Palestina Mahmoud Abbas menentang usulan yang sangat jauh dari harapannya, yaitu negara Palestina merdeka yang mencakup wilayah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur.
Hubungan Palestina-AS memburuk saat AS mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Bukan hanya itu, AS juga memotong bantuan ratusan juta dollar bagi badan PBB yang menangani pengungsi Palestina.
Abbas sudah menyatakan penolakannya terhadap rancangan Washington.
Tadinya, MBS diharapkan bisa membujuk Palestina untuk tetap berunding dengan imbalan kucuran dana dan investasi. Itu sebabnya Abbas tahun lalu diundang dua kali ke Saudi untuk bertemu MBS.
Namun, kredibilitas MBS juga terus dipertanyakan terkait sejumlah kebijakannya, di antaranya upaya memblokade Qatar, turut campur dalam perang di Yaman, dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Kanada yang mengkritik kebijakannya.
Terungkapnya kasus pembunuhan Khashoggi yang menyita perhatian dunia semakin menyudutkan posisi MBS walaupun sampai saat ini belum ada bukti yang mengaitkan secara langsung MBS dengan tewasnya Khashoggi di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.
Mitra Saudi
Mantan Duta Besar AS di Israel Daniel Shapiro menyebutkan, jika Trump tetap ingin bekerja sama dengan Saudi dalam soal Timteng, posisi MBS saat ini semakin ”lemah”. ”Kalangan internasional tentu membutuhkan mitra Saudi yang bisa diprediksi, dipercaya, dan bertanggung jawab. Insiden (Khashoggi) itu menunjukkan, mitra Saudi sekarang tak memiliki itu. Tak ada di antara mereka (pihak-pihak terkait kesepakatan damai Timteng) yang berniat duduk bersama MBS dan membahas masalah kawasan. Ia (MBS) akan dilihat sebagai paria,” kata Shapiro.
Pandangan senada disampaikan Mkhaimer Abusada, analis Palestina, yang mengatakan, pembunuhan Khashoggi akan berdampak besar terhadap perilaku MBS selanjutnya. ”Saya rasa, mulai sekarang ia akan bertindak sangat hati-hati dan akan berhenti bertingkah impulsif. Kubu Palestina akan menolak rancangan damai yang diusulkan AS. Dan MBS tidak dalam posisi yang tepat untuk menekan Palestina agar mau menerima usulan itu,” kata Abusada. (AP/MYR)