Negara-negara Uni Eropa masih terbelah dalam menentukan sikap terkait kasus pembunuhan Jamal Khashoggi dan penjualan senjata ke Arab Saudi. Jerman-Perancis berselisih pandangan.
ISTANBUL, MINGGU Jerman kembali mendesak Uni Eropa untuk bersama-sama menjatuhkan sanksi kepada Arab Saudi. Sanksi berupa penundaan ekspor senjata itu terkait pembunuhan jurnalis senior Jamal Khashoggi di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki. Namun, negara lain di Eropa belum mau melepaskan transaksi persenjataan bernilai miliaran dollar AS dengan Arab Saudi.
”Kami setuju ketika (keadaan) sudah lebih jelas, kami akan mencari sebuah solusi tunggal dari Eropa atau reaksi dari seluruh negara anggota Uni Eropa,” kata Kanselir Jerman Angela Merkel, Sabtu (27/10/2018), di Istanbul, soal pembekuan ekspor senjata ke Arab Saudi.
Dalam sepekan terakhir, Jerman berusaha mengajak mitranya di Eropa untuk menunda ekspor senjata ke Arab Saudi. Penundaan diberlakukan sampai ada kejelasan soal pembunuhan Khashoggi, 2 Oktober lalu. Sampai sekarang, 18 pejabat Arab Saudi ditangkap karena diduga terlibat pembunuhan itu. Jerman ingin auktor intelektualis atau pihak yang memerintahkan pembunuhan tersebut diadili.
Selain soal Khashoggi, Merkel juga menyinggung peran Riyadh di Yaman. Sejak 2015, Riyadh menyerbu Yaman dengan alasan membantu pemerintahan Presiden Abdurabbuh Mansour Hadi melawan pemberontak Houthi.
Jerman sudah lebih dulu mengumumkan penundaan ekspor senjata ke Arab Saudi. Austria mengikuti langkah Jerman, beberapa hari lalu. ”Kita harus, tentu saja, membahas bersama UE tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya,” kata Merkel.
Menteri Luar Negeri Austria Karin Kneissl menyatakan, penundaan ekspor senjata oleh Eropa akan membantu mengakhiri kebrutalan perang di Yaman. Austria berhenti mengekspor senjata ke Arab Saudi sejak Riyadh membombardir Yaman.
Namun, negara-negara lain di Eropa belum mau mengikuti Jerman. Bahkan, Presiden Perancis Emmanuel Macron menolak usulan Jerman.
Keengganan Macron
Ia juga mengejek sikap Jerman itu. ”Saya sangat kagum pada mereka yang sebelum tahu apa-apa sudah berkata kami tidak akan menjual senjata lagi. Mereka kadang-kadang menjual lebih banyak dari Perancis. Terima kasih pada perusahaan patungan mereka,” tutur Macron.
Macron menyatakan, Perancis sedang menunggu fakta kasus Khashoggi agar lebih jelas dulu. Mereka yang bertanggung jawab diketahui sehingga sanksi bisa ditetapkan. ”Sanksi harus dalam bentuk sikap Eropa, jelas dan menyeluruh, pada semua aspek,” katanya.
Macron mengatakan, tidak ada kaitan moral antara pembunuhan Khashoggi dan penjualan senjata Perancis ke Arab Saudi. Arab Saudi berada di peringkat kedua—setelah India—dalam daftar konsumen produk persenjataan Perancis. Dalam periode 2008- 2017, transaksi persenjataan Paris-Riyadh bernilai 13,8 miliar dollar AS.
”Apa hubungan penjualan senjata dengan Khashoggi?” ujar Macron seraya menyatakan ajakan penundaan ekspor senjata sebagai hasutan.
Sikap Macron sama dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menolak menghentikan transaksi persenjataan AS-Arab Saudi gara-gara Khashoggi. Washington mempunyai kontrak persenjataan 110 miliar dollar AS dengan Riyadh. Trump menyebut pembatalan kontrak itu justru membahayakan AS.
Media Jerman, Der Spiegel, melaporkan perbedaan pendapat antara Berlin dan Paris telah membuat Perancis menimbang ulang kerja sama pengembangan jet tempur baru. Paris ingin pesawat tersebut bisa diekspor ke mana saja, termasuk Arab Saudi. Apabila tidak, Perancis akan mundur dari proyek itu.
Perbedaan pandangan di UE dalam kasus tersebut mengingatkan kembali keterbelahan blok itu dalam kebijakan luar negeri. Hal ini tak terlepas dari kepentingan ekonomi dan politik negara-negara kekuatan besar UE.
”Penjualan senjata adalah sesuatu yang sangat politis dan bagian dari visi jangka panjang,” kata Camille Lons, peneliti pada lembaga think-tank Dewan
Eropa pada Kebijakan Luar Negeri. (AFP/REUTERS/RAZ)