KAIRO, KOMPAS - Pertemuan puncak kuartet di Istanbul, Sabtu (27/10/2018), dengan menghadirkan Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden Perancis Emmanuel Macron, dan Kanselir Jerman Angela Merkel bisa menjadi payung politik baru bagi isu Suriah dalam upaya mencari solusi politik di negara yang dilanda perang saudara sejak 2011.
Selama ini isu Suriah diketahui sudah memiliki dua payung politik dalam upaya mencari solusi politik di negara itu. Dua payung politik itu adalah forum Geneva dengan sponsor PBB yang digerakkan sejak 2012 dan forum Astana mulai Januari 2017 dengan sponsor tiga negara, yaitu Rusia, Turki, dan Iran.
Pertemuan puncak kuartet di Istanbul itu berhasil menyepakati pentingnya menggerakkan solusi politik di Suriah. Dalam konteks solusi politik tersebut, pertemuan puncak kuartet Istanbul merekomendasikan segera dibentuk komite penyusun draf konstitusi dan komite tersebut harus menggelar pertemuan sebelum akhir tahun ini.
Pertemuan puncak kuartet Istanbul tersebut juga menegaskan pentingnya gencatan senjata permanen di Suriah sekaligus terus memerangi kelompok radikal di negara itu.
Kuartet Istanbul tersebut menegaskan pentingnya tercipta kondisi di seantero Suriah yang memungkinkan para pengungsi bersedia kembali dengan aman dan terjaminnya suplai bantuan kemanusiaan ke negara tersebut.
Perbedaan prioritas
Meski demikian, perbedaan prioritas dalam fokus para pemimpin pada pertemuan puncak kuartet Istanbul tersebut juga cukup menonjol. Putin tetap bersikeras pentingnya memerangi kelompok radikal dan berharap Turki dalam waktu dekat selesai dalam membangun zona demiliterisasi di Provinsi Idlib.
Seperti dimaklumi, Putin dan Erdogan dalam pertemuan puncak di kota Sochi, Rusia, pada 17 September lalu, sepakat untuk membangun zona demiliterisasi di Provinsi Idlib.
Sementara Erdogan juga tetap bersikeras pada pentingnya memerangi kelompok teroris di Suriah utara. Turki selama ini menyebut kelompok teroris di Suriah utara adalah milisi Kurdi dari satuan Unit Perlindungan Rakyat (YPG).
Ankara menganggap YPG adalah cabang Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Suriah. Ankara menetapkan PKK sebagai organisasi teroris setelah PKK mengangkat senjata melawan pemerintah Ankara sejak 1984.
Erdogan menegaskan pula, rakyat Suriah di dalam dan luar negeri yang menentukan masa depan Presiden Bashar al-Assad.
Sementara Merkel lebih memberikan fokus bahwa tidak ada solusi militer dalam krisis Suriah. Menurut dia, pada akhir proses politik nanti harus digelar pemilu bebas dengan melibatkan semua rakyat Suriah, termasuk mereka warga di pengasingan.
”Tantangannya adalah menghentikan dua perang: perang melawan teror dan perang rezim melawan sebagian besar populasinya sendiri,” kata Merkel.
Macron menyebut pertemuan puncak kuartet Istanbul adalah penyempurnaan atas forum Astana. Ia meminta semua forum terkait isu Suriah bisa bersatu dan saling menyempurnakan agar bisa lebih maksimal dalam upaya memerangi teroris dan memastikan suplai bantuan kemanusiaan bagi pengungsi Suriah secara aman.
Macron juga memuji kesepakatan Sochi pada 17 September lalu tentang Provinsi Idlib.
Seusai konferensi pers bersama, Macron mengimbau Rusia agar mendesak rezim Presiden Bashar al-Assad untuk mewujudkan ”gencatan senjata yang stabil dan bertahan lama di Idlib”. ”Kami mengandalkan Rusia untuk memberikan tekanan yang jelas pada rezim yang bergantung kepada mereka untuk bertahan,” ujar Macron. (AFP/SAM)