”Terlalu berbahaya jika Partai Demokrat memerintah. Akan ada kemunduran jika Demokrat yang berkuasa, termasuk menguasai Kongres AS,” ujar Presiden AS Donald Trump yang berasal dari Partai Republik. ”Demokrat telah menjadi kelompok yang begitu ekstrem, jujur saja, terlalu berbahaya jika mereka memerintah,” lanjut Trump.
Padahal, justru terlalu bahaya jika Trump dan Republiken memerintah tanpa kontrol yang baik. Pada pemilu 2016, bukan hanya Trump yang menang. Mayoritas kursi Senat dan DPR AS (House of Representatives) ternyata telah diraih, dan membuat Republiken mengontrol pemerintahan eksekutif dan legislatif.
Berdasarkan survei Pew Research Center di 25 negara, dunia tidak yakin Trump bisa memimpin dengan baik.
Kendali kuat ini nyatanya tidak membuat AS menjadi negara yang memiliki citra baik. Citra AS terus memburuk bahkan bagi negara-negara sekutu tradisional Amerika.
Trump gencar menyerang secara verbal Kanada dan Jerman. Berdasarkan survei Pew Research Center di 25 negara, dunia tidak yakin Trump bisa memimpin dengan baik. Trump pula telah meninggalkan berbagai kesepakatan internasional.
Terhadap negara-negara non-sekutu tradisional seperti China, Trump terus menyerang dengan tuduhan bernuansa sarkasme. Sisi lemah China adalah penonjolan utama yang dia lakukan. China seakan tidak mendapatkan apresiasi meski Apple menjual produk yang sangat banyak di China, demikian pula Boeing, Ford, dan lainnya.
China dianggap seolah begitu berbahaya bagi Amerika. Trump tidak begitu mengapresiasi modal China yang sebanyak 1,7 triliun dollar AS telah dipakai untuk membeli obligasi terbitan Departemen Keuangan AS.
Tidak terlihat apresiasi yang berarti dari Trump atas pernyataan konstan Presiden China Xi Jinping. China mau dan selalu melihat kalau kolaborasi lebih menguntungkan daripada berseteru. Trump telah ”mencampakkan” upaya Richard Nixon hingga George W Bush yang ingin merangkul China.
Citra Trump dalam pandangan dunia tergambarkan lewat serangan Presiden Perancis Emmanuel Macron saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB pada 26 September 2018. Dengan berapi-api dan bersemangat tinggi, Macron mengecam Trump yang dituduh Macron membuat AS menjadi negara isolasionis. Ini adalah refleksi dari kekecewaan yang dalam terhadap Trump.
AS di bawah Trump sangat berbeda jauh dari era Theodore Roosevelt yang mendambakan kemerdekaan universal dan hubungan global yang saling memahami.
Warganya sendiri gelisah
Kini, warga AS yang memilih Trump pada pemilu 2016 ikut kecewa. Salah satu pemilihnya mengatakan, ”Saya kira Amerika sekarang ini bukanlah negara yang dulu kita rasakan berkembang baik dan hidup bersama komunitas internasional.”
Ada pula gerakan kelompok supremasi kulit putih yang dianggap semakin mengancam. Kelompok ini merupakan pendukung kuat Trump. Maka, tidak heran jika sekelompok warga Yahudi di Pittsburgh, AS, menyatakan, Trump tidak boleh datang ke Pittsburgh jika dia tidak mengecam kelompok supremasi kulit putih. Surat ini muncul setelah serangan ke sinagoge yang menewaskan 11 orang pada 29 Oktober lalu.
Trump juga menekankan, dirinya telah membawa warga pada kemakmuran akibat pertumbuhan ekonomi. AS memang mencatatkan pertumbuhan hampir 4 persen. Akan tetapi, hal itu lebih karena Trump mengguyur perekonomian lewat pengeluaran pemerintah yang mengandalkan utang yang sudah di atas 20 triliun dollar AS.
Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell pun menyatakan, anggaran pemerintah yang ditopang utang tidak membuat perekonomian berkesinambungan. Mantan Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen juga menegaskan penolakan pada kebijakan ekonomi Trump yang telah mengurangi pajak dan menaikkan utang.
”Jika saya punya kekuatan, akan saya naikkan pajak dan mengurangi utang,” kata Yellen. Secara ekonomi, AS tidak memiliki fondasi yang baik dari kesehatan keuangan negara. Baik di negeri sendiri maupun dalam pandangan internasional, Trump tidak memiliki citra yang baik.
Demokrat wajib mengendalikan Trump dengan memenangi pemilu pertengahan pada 6 November mendatang. Demokrat diperlukan untuk memodifikasi kebijakan Trump, yang tidak bisa dikendalikan oleh kubu Republiken. Hanya Demokrat yang bisa mengendalikan Trump.
Sehubungan dengan itu, anggota DPR AS dari Demokrat, Nancy Pelosi, menekankan, jika Demokrat meraih kendali di Kongres AS, akan ada kesepakatan yang harus selalu mengandalkan kesepakatan antara Demokrat dan Republiken. Ini salah satu tujuan peraihan kendali di Kongres AS oleh Demokrat.
Hal senada dikatakan anggota DPR AS dari Demokrat, Jim McGovern. ”Kita tetap memiliki Trump sebagai presiden. Akan tetapi, kita akan bisa melakukan tugas secara profesional dan memulihkan integritas kelembagaan,” kata Jim McGovern.
Intinya, demi kebaikan AS dan dunia, Demokrat wajib merebut Kongres AS. (AP/AFP/REUTERS)