Lobi Israel ke negara Arab Teluk akan merugikan dan memperlemah posisi Palestina, sementara Israel memetik keuntungan. Tel Aviv berupaya mengalihkan isu Palestina lewat argumen, proses perdamaian Timur Tengah berkembang jika diprioritaskan pada pengembangan hubungan Israel dan negara-negara Arab.
Relasi kedua belah pihak makin terang pasca-kesepakatan Oslo 1993 antara Israel-PLO. Pasca-kesepakatan itu, Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) menyetujui pencabutan boikot pada perusahaan yang memiliki hubungan ekonomi dengan Israel. Namun, GCC bersikeras terus memboikot secara langsung Israel hingga ada kesepakatan damai menyeluruh antara Arab dan Israel.
Qatar dan Oman melangkah jauh dengan mengizinkan Israel membuka kantor dagang di Doha serta Muscat. Kedua negara berjanji membuka kantor dagang di Tel Aviv. Namun, pasca-tewasnya PM Israel Yitzhak Rabin pada 1995 dan serangan Israel ke Lebanon, 1996, negara-negara GCC mulai membekukan hubungan dengan Israel. Setelah meletus intifadah tahun 2000, Oman menutup kantor dagang Israel di Muscat. Qatar menutup perwakilan dagang Israel di Doha pasca-serangan Israel di Jalur Gaza, 2009.
Seiring tampilnya Barack Obama sebagai Presiden AS pada 2009, upaya perdamaian Israel-Palestina coba dihidupkan. AS menekan Israel agar membekukan pembangunan permukiman Yahudi demi perbaikan hubungan Israel dengan negara-negara Arab. Israel menyetujui pembekuan selama 10 bulan. Namun, perundingan Palestina-Israel sejak April 2014 macet. Baru pada Oktober dan November ini hubungan Israel dan Arab Teluk secara mengejutkan menggeliat lagi.
Sejauh ini tidak terdengar apakah isu Palestina diangkat dalam ”bulan madu” Arab-Israel itu. Nasib negara Palestina dalam tanda tanya. (MUSTHAFA ABD RAHMAN)