Peringatan 100 tahun berakhirnya Perang Dunia I dihadiri oleh puluhan pemimpin dunia. Ironisnya, saat ini gelombang populisme justru makin menguat dan friksi makin tajam.
Paris, Minggu Sebanyak 70 pemimpin dunia berkumpul di Paris, Minggu (11/11/2018), untuk memperingati 100 tahun berakhirnya Perang Dunia I. Peringatan ini berlangsung di tengah menguatnya gelombang populisme dan kian kerasnya friksi di antara negara adidaya ala Perang Dingin.
Di antara pemimpin yang hadir adalah Presiden AS Donald Trump, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Rusia Vladimir Putin, PM Inggris Theresa May, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan PM Kanada Justin Trudeau.
Namun, di balik solidaritas pemimpin yang berkumpul di monumen Arc de Triomphe—yang menaungi Pusara Prajurit Tak Dikenal—ketegangan terasa di antara mereka. Trump sebelumnya secara terbuka menyebut Presiden Perancis Emmanuel Macron telah ”menghina” AS.
Dalam wawancara beberapa waktu lalu, Macron menyebutkan perlunya Eropa memiliki pasukan sendiri. Alasannya, Rusia, China, dan AS kini telah menjadi ancaman terhadap keamanan nasional. Trump juga dikritik karena pada Sabtu lalu membatalkan kunjungan ke pemakaman prajurit AS karena hujan.
Sebelum acara dimulai, Putin berjabat tangan dengan Trump, sementara Trump juga bersalaman dengan Merkel dan sejumlah pemimpin lain. Namun, Trump tidak menyodorkan tangan kepada Trudeau yang beberapa waktu lalu disebutnya sebagai ”tak jujur dan lemah”.
Lebih dari 3.400 orang, termasuk para veteran, diundang dalam upacara ini. Pemain cello Yo-Yo Ma memainkan ”Sarabande” dari Johann Sebastian Bach dan anak-anak sekolah membacakan testimoni para prajurit dari delapan negara dalam bahasa masing-masing.
Persemakmuran
Australia, India, dan Selandia Baru memulai lebih dulu upacara peringatan 100 tahun PD I. Upacara yang khidmat yang diikuti oleh kerumunan besar itu berlangsung dari Wellington sampai New Delhi.
”Ini adalah perang di mana India tidak terlibat langsung, tetapi tentara kami ikut bertempur di pelosok dunia demi perdamaian,” tulis PM India Narendra Modi dalam Twitter, Minggu.
India yang waktu itu masih menjadi koloni Inggris kini menuntut pengakuan yang lebih formal atas kontribusinya mengirimkan hampir 1,3 juta tentara, dengan sekitar 74.000 orang tewas.
Di Canberra, PM Australia Scott Morrison mengungkapkan pengorbanan tertinggi putra-putri Australia di dalam perang yang jauh dari kampung halaman, seperti di Fromelles, wilayah utara Perancis.
”Masa depan kita ditebus oleh mereka. Dalam hening, kita berkomitmen berdiri bersama dengan mereka yang bisa kembali pulang,” tutur Morrison kepada ribuan orang yang berkumpul di upacara Hari Peringatan Nasional.
Lebih dari 400.000 anak muda Australia mendaftar untuk berperang dalam PD I. Sebanyak 300.000 orang dikirim ke luar negeri, sementara 62.000 orang di antaranya tewas. Lebih dari 10.000 tentara gabungan Australia dan Selandia Baru tewas dalam pertempuran di Gallipoli, Semenanjung Turki.
Perang Dunia I diinisiasi oleh pembunuhan Archduke Franz Ferdinand, pewaris takhta Austria-Hongaria. Lebih dari 70 juta personel militer dimobilisasi untuk bertempur di PD I, dengan 10 juta orang di antaranya tewas. Perang yang disebut dengan ”The Great War” itu juga merenggut 10 juta nyawa warga sipil.
Sementara itu, polisi Perancis, kemarin, menghentikan dua perempuan yang mencoba mendekati iring-iringan Presiden Trump. Seorang pengunjuk rasa yang menuliskan slogan di tubuhnya berhasil masuk ke area belakang iring-iringan setelah melompati barikade.
Inna Shevchenko, pemimpin kelompok feminis radikal (FEMEN), mengaku bertanggung jawab atas insiden itu. (AP/AFP/MYR)