Penyerahan palu oleh PM Singapura Lee Hsien Loong kepada PM Thailand Prayut Chan-o-cha, Kamis (15/11/2018), pada akhir Konferensi Tingkat Tinggi ke-33 ASEAN di Singapura secara simbolis menandai peralihan keketuaanASEAN dari Singapura tahun 2018 ke Thailand tahun 2019. Mengusung tema ”Advancing Partnership for Sustainability”, Pemerintah Thailand ingin meneruskan kerja keras Singapura.
Ketahanan dan inovasi—tema yang dipilih oleh Singapura selama keketuaannya—diharapkan berlanjut dengan kemitraan yang lebih maju demi keberlanjutan, sesuai dinamika dan aneka tantangan pada masa keketuaan Thailand. ”Rasa saling percaya demi mencapai kondisi saling menguntungkan,” kata Prayut.
Kepada media, seusai penutupan, Lee menyatakan, stabilitas politik dan keamanan adalah dua hal penting untuk selalu dijaga di Asia Tenggara. Dikatakannya, stabilitas akan menopang ASEAN untuk bertahan di tengah dinamika global. Ketika inovasi dapat berjalan seiring dengan kebersamaan dan kerja sama, aneka tantangan pun dapat dijawab. ”Jadi, 10 tahun lagi, kita tetap optimistis untuk semakin dekat mencapai target ekonomi ASEAN menjadi keempat terbesar tahun 2030 dari enam besar saat ini. Asal kita tetap kohesif, bersatu, menempatkan ASEAN lewat sifat sentralitasnya, dan tetap mampu menarik mitra-mitra kita untuk datang dan bekerja sama,” kata Lee.
Dinamika sentralitas ASEAN dan bagaimana itu dikelola setidaknya dapat terlihat dalam KTT ke-33 ASEAN. Kondisi global yang diwarnai ketidakpastian masih menggelayut di sekitar kita, mulai dari perang dagang Amerika Serikat-China, Semenanjung Korea yang belum stabil sepenuhnya, hingga harap-harap cemas terhadap proses repatriasi warga etnis Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh kembali ke Myanmar.
Selain 10 pemimpin negara ASEAN, KTT ke-33 itu juga dihadiri oleh delapan pemimpin negara mitra, termasuk Wakil Presiden AS Mike Pence, PM China Le Keqiang, Presiden Korsel Moon Jae-in, PM Jepang Shinzo Abe, Presiden Rusia Vladimir Putin, PM India Narendra Modi, dan PM Australia Scott Morrison. Para pemimpin negara-negara ASEAN menegaskan kembali komitmen mereka terhadap arsitektur regional yang berbasis pada aturan, terbuka, transparan, sekaligus inklusif.
Pentingnya sentralitas ASEAN ditekankan Presiden Joko Widodo dalam sejumlah kesempatan di KTT ini. Usungan konsep Indo-Pasifik oleh Indonesia, kata Presiden, untuk mendukung sentralitas ASEAN. Kerja sama (bukan rivalitas), inklusivitas, transparansi, dan keterbukaan yang mendasari konsep itu. Prinsip lainnya, penghormatan pada hukum internasional. Kerja sama Indo-Pasifik ini tidak butuh pembentukan institusi baru.
Dalam KTT ASEAN-AS, Pence menekankan komitmen AS yang teguh dan abadi terhadap kawasan Indo-Pasifik. ”Itu hanya mengharuskan setiap negara memperlakukan tetangga mereka dengan hormat, mereka menghormati kedaulatan negara kita dan aturan-aturan tatanan internasional,” kata Pence.
Sementara Le Keqiang menyatakan, hubungan China-ASEAN telah melampaui lingkup bilateral dan memperoleh peningkatan signifikansi regional dan global. Menurut dia, bersama ASEAN, China memberi contoh bekerja sama untuk mengelola perbedaan dengan benar, misalnya soal klaim atas Laut China Selatan.
Penguatan hubungan ekonomi ASEAN dengan para mitra juga terlihat dalam KTT pekan ini. Ditegaskan ASEAN bahwa sistem perdagangan multilateral terbuka dan berbasis aturan telah menopang pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara selama beberapa dekade terakhir. Perdagangan bebas ASEAN-China, misalnya, merupakan yang terbesar di antara negara-negara berkembang di mana lebih dari 90 persen barang diperdagangkan dengan tarif nol. China telah menjadi mitra dagang utama ASEAN selama sembilan tahun berturut-turut, dan ASEAN mitra dagang terbesar ketiga bagi China selama tujuh tahun berturut-turut.
Dengan Jepang, ASEAN juga senang dengan kemajuan yang dibuat dalam Peta Jalan Kerja Sama Ekonomi Strategis ASEAN-Jepang 10 tahun di berbagai sektor, termasuk pengembangan UMKM, infrastruktur, inovasi dan transfer teknologi.