Papua Niugini berkeras menggelar pertemuan pemimpin APEC. Sempat dipandang sinis, negara itu mampu menggelar ajang besar tanpa hambatan dana dan keamanan seperti yang dikhawatirkan.
Di lantai dua Gedung APEC Haus dan Ruang Media Internasional APEC—sekitar 12 kilometer dari APEC Haus—di Port Moresby, Papua Niugini, Sabtu (17/11/2018), beberapa warga Indonesia bekerja mendokumentasikan serta menyiarkan seluruh rangkaian acara pertemuan para pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).
Mereka sudah hampir dua pekan berada di Port Moresby. Untuk mendokumentasikan serta mendistribusikan rekaman video seluruh agenda pertemuan pemimpin APEC, Papua Niugini memilih perusahaan broadcasting Indonesia, Indomedia. Tak kurang dari 40 unit alat rekam, monitor, dan lainnya dibawa langsung dari Indonesia.
Selama pertemuan pemimpin APEC, para tentara dan polisi dari negara lain juga terlihat hampir di setiap sudut kota. Begitu pula petugas kesehatan dan petugas bandara dari negara lain. Mereka mayoritas dari Australia dan Amerika Serikat.
Tak hanya itu, mobil serta bus bertuliskan ”China Aid” juga banyak ditemui di jalanan kota berpenduduk tak lebih dari 300.000 jiwa tersebut. Tiga kapal pesiar untuk menampung delegasi APEC, termasuk wartawan dari sejumlah negara, terlihat berlabuh di tepi pantai.
Papua Niugini terpilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan pemimpin APEC tahun 2018. Ini kali pertama negara yang mendapatkan kemerdekaan tahun 1975 itu menggelar perhelatan besar. Karena itu, banyak yang meragukan kesiapan Papua Niugini.
Diragukan
Keraguan itu muncul karena Papua Niugini merupakan negara termiskin di antara anggota APEC. Pendapatan domestik bruto (PDB) Papua Niugini tahun 2017 sebesar 4,19 dollar AS per kapita, 23 kali lebih rendah dibandingkan PDB tertinggi negara APEC, yakni Singapura (93,90 dollar AS per kapita).
Tak hanya itu, berdasarkan survei tahunan Economist Intelligence Unit (EIU) pada Januari 2018, Port Moresby ditempatkan pada ke-5 dari 10 kota kurang layak huni. EIU mendasarkan penilaian ketidaklayakan sebuah kota dari tingkat kejahatan, kerusuhan sipil, terorisme, dan perang.
Sementara tamu yang hadir adalah para pemimpin 21 negara yang menyumbang 60 persen PDB dunia. Mereka pulalah yang menguasai hampir 50 persen perdagangan dunia.
Para pemimpin negara yang hadir di antaranya Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden AS Mike Pence, PM Australia Scott Morrison, PM Jepang Shinzo Abe, Presiden Korea Selatan Mon Jae-in, PM Kanada Justin Trudeau, Presiden China Xi Jinping, dan PM Selandia Baru Jacinda Ardern.
Meski banyak yang meragukan, PM Papua Niugini Peter O Neil berupaya sekuat tenaga mempersiapkan penyelenggaraan APEC. Bagi Papua Niugini, menyelenggarakan perhelatan internasional merupakan sebuah kebanggaan.
Bantuan asing
Untuk menyukseskan event itu, Pemerintah Papua Niugini membeli 40 sedan Maserati untuk mengangkut para pemimpin negara. Pengamanan di seputar Port Moresby juga diperketat. Bukan hanya ribuan tentara dan polisi, kapal-kapal perang milik Australia juga berjaga-jaga di sekitar APEC Haus yang berada di Pantai Ela.
Beruntung, banyak yang membantu Papua Niugini, tak terkecuali Indonesia. Menurut Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, salah satu bentuk dukungan adalah dengan memberikan pelatihan keprotokolan bagi para pegawai pemerintahan Papua Niugini.
Selain itu, menurut Duta Besar RI untuk Papua Niugini Ronald Manik, Indonesia juga memberikan pelatihan menembak bagi polisi serta tentara Papua Niugini. Sebagai negara terdekat, Indonesia juga meminjamkan Bandara Sentani dan Jayapura untuk tempat parkir para tamu APEC.
Bantuan juga datang dari China. Dari bantuan bernilai kecil, seperti kendaraan, sampai bantuan dengan nilai besar seperti jalan serta gedung. Salah satu gedung yang dibangun oleh China adalah gedung International Convention Center.
Banyak tantangan yang harus dihadapi Papua Niugini untuk menggelar perhelatan internasional. Dan, Papua Niugini berhasil menunjukkan citra baik.