Finlandia Stop Ekspor Senjata ke Saudi
HELSINKI, JUMAT Finlandia memutuskan ekspor persenjataan ke Arab Saudi dihentikan. Keputusan itu didasari kasus pembunuhan jurnalis senior Arab Saudi, Jamal Khashoggi, dan keterlibatan Riyadh dalam perang saudara di Yaman.
Perdana Menteri Finlandia Juha Sipila mengumumkan sikap itu, Kamis (22/11/2018) malam, di Helsinki. ”Keadaan di Yaman melatari keputusan ini. Akan tetapi, tentu saja (pembunuhan Khashoggi) menjadi alasan penting,” ujarnya.
Finlandia menjadi negara keempat yang menunda ekspor senjata ke Arab Saudi setelah kasus Khashoggi merebak. Jerman memelopori penghentian ekspor produk militer ke Riyadh. Setelah itu, menyusul Austria, Denmark, dan kini Finlandia.
Khashoggi diakui dibunuh dalam konsulat Saudi di Istanbul, 2 Oktober 2018. Riyadh mengumumkan sudah menangkap 21 pejabat dan pegawai kerajaan itu karena kasus tersebut. Akan tetapi, penangkapan-penangkapan itu tidak memuaskan banyak pihak. Sebab, diduga auktor intelektualis kasus itu tidak diungkap.
Selain kasus Khashoggi, tekanan terhadap Riyadh juga datang karena peran Saudi di Yaman. Bersama sejumlah negara Arab, Saudi menginvansi Yaman sejak 2015 dengan alasan membantu Pemerintah Yaman yang sah. Mereka bertarung dalam perang menghadapi pemberontak Houthi.
Mitra koalisi Saudi di perang itu, Uni Emirat Arab (UEA), dilaporkan menggunakan kendaraan tempur buatan Finlandia. Pada September 2018, salah satu media di Finlandia melaporkan penggunaan mobil itu di Yaman barat.
Sejumlah negara didesak menghentikan pasokan senjata dan aneka hal lain kepada pihak bertikai di Yaman. Jerman sudah melakukan itu dan meminta negara lain, khususnya di Eropa, ikut menghentikan ekspor senjata ke Saudi. Keputusan Jerman berlaku untuk ekspor yang sudah ataupun belum disepakati.
Jerman juga mengumumkan larangan masuk bagi 18 warga Arab Saudi. Mereka diduga terlibat pembunuhan Khashoggi. Mereka tidak diizinkan masuk ke Jerman dan zona schengen, yakni 26 negara Eropa yang memberlakukan visa bersama.
Denmark dan Finlandia mengambil sikap berbeda. Hanya ada larangan ekspor senjata untuk masa mendatang. Helsinki dan Kopenhagen tidak membatalkan persetujuan ekspor lama ke Riyadh.
Untuk ekspor yang sudah terjadi, Helsinki menegaskan semua sesuai peraturan Uni Eropa. Pada 2017, Finlandia menjual persenjataan senilai 5,3 juta dollar AS ke Arab Saudi. ”Semua izin di kawasan sudah lewat dan dalam situasi sekarang, kami tentu saja tidak bisa memberikan izin (ekspor persenjataan) baru,” kata Sipila.
Pertemuan Erdogan
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, Pangeran Mohammed bin Salman meminta bertemu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Pertemuan itu direncanakan berlangsung di sela KTT G-20 di Buenos Aires, Argentina. Bagi Turki, pertemuan itu bisa saja dilakukan dan tidak ada masalah. Akan tetapi, Erdogan belum memutuskan akan bertemu atau tidak.
Jika terjadi, pertemuan itu akan menjadi yang pertama sejak kasus Khashoggi merebak. Erdogan adalah salah satu yang paling keras menekan Riyadh dalam kasus Khashoggi. Ia pernah secara tersirat meminta hukuman mati bagi yang terlibat kasus itu. Dalam pidato di parlemen Turki beberapa waktu lalu, Erdogan meminta hukum Saudi diterapkan secara penuh pada kasus itu. Dalam hukum Saudi, pembunuh dapat diancam hukuman mati.
Cavusoglu tidak hanya mengungkap rencana pertemuan. Ia juga mengkritik Eropa dan Amerika Serikat. Ia menyebut Presiden AS Donald Trump menutup mata dalam kasus Khashoggi. ”Secara sederhana, Trump menyatakan, saya akan tutup mata, apa pun yang terjadi. Hal ini bukanlah langkah yang benar. Uang bukanlah segalanya,” katanya.
Komentar itu mengacu pada pernyataan Trump yang secara terbuka membela Riyadh dan Mohammed bin Salman. Trump mengajukan alasan AS punya kontrak ratusan miliar dollar AS dengan Arab Saudi. Kontrak itu dinyatakan bisa terganggu apabila Washington DC menjatuhkan sanksi kepada Riyadh. Trump juga berkeras Arab Saudi adalah sekutu penting dan harus terus dirangkul AS.
Cavusoglu juga mengkritik sanksi yang dipelopori Jerman. Sanksi itu dinyatakan hanya buatan dan tidak akan menyelesaikan masalah. ”Mereka (Eropa) menyatakan tidak mau merusak hubungan dengan Arab Saudi. Kami juga tidak mau merusak hubungan (Turki-Arab Saudi),” ujarnya.
Meskipun demikian, lanjut Cavusoglu, Ankara akan terus berusaha membuat kasus Khashoggi terungkap jelas. Ankara menilai, pembunuhan itu direncanakan. Ankara membagi aneka bukti dan hal yang dibutuhkan untuk penyelidikan kasus itu dengan Riyadh dan Washington DC.
Erdogan menyebut perintah pembunuhan datang dari pihak berkedudukan tertinggi. Akan tetapi, perintah itu bukan dari Raja Salman bin Abdulaziz. Di sisi lain, Ankara tidak mengarahkan tuduhannya secara terbuka kepada Mohammed bin Salman. Bahkan, Cavusoglu membantah Ankara mendapat hasil sadapan telepon Mohammed bin Salman soal rencana pembunuhan itu. (AP/AFP/RAZ)