Kegigihan Presiden AS Donald Trump membela Arab Saudi dicurigai karena konflik kepentingan. Trump mengakui punya transaksi bisnis ratusan juta dollar AS dengan sejumlah pihak di Saudi.
WASHINGTON DC, MINGGU Anggota DPR Amerika Serikat mengusulkan pemeriksaan terhadap Presiden Donald Trump. Pemeriksaan itu fokus pada sikap Trump terhadap Arab Saudi terkait pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi dan bisnis Trump.
Penyelidikan itu diusulkan oleh anggota Partai Demokrat di Komite Intelijen DPR AS. ”Tentu saja kami akan menggali lebih lanjut pada kasus pembunuhan Khashoggi.
Kami akan memeriksa apa yang diketahui komunitas intelijen soal pembunuhan itu,” kata anggota DPR dari Partai Demokrat AS, Adam Schiff, Jumat (23/11/2018), di Washington.
Demokrat, yang memenangi kursi mayoritas DPR setelah pemilu sela AS awal November, siap melakukan sejumlah hal terhadap Trump. ”Akan ada sejumlah konflik kepentingan terkait keuangan dan pembayaran yang perlu digali kongres. Jika investasi asing pada bisnis Trump memengaruhi kebijakan AS, hal yang berseberangan dengan kepentingan negara, kita perlu mencari tahu,” tutur Schiff.
Trump pernah mengakui mendapat ratusan juta dollar AS dari penjualan aset bisnisnya kepada sejumlah orang di Arab Saudi. Selain masalah itu, ada pula kasus Khashoggi.
Sejumlah pihak menyebut Badan Pusat Intelijen AS (CIA) mempunyai laporan dan sejumlah bukti soal pembunuhan Khashoggi. CIA disebut mempunyai bukti, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) memerintahkan pembunuhan pada 2 Oktober 2018 dalam konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, itu.
Mengabaikan
Namun, Trump mengabaikan penilaian CIA itu. Ia berulang kali menyatakan laporan itu tidak menghasilkan kesimpulan utuh. Trump juga berkeras menyatakan MBS tidak bersalah dalam kasus Khashoggi. Tidak lupa Trump menekankan pentingnya mempertahankan Riyadh sebagai sekutu Washington, terutama karena alasan ekonomi.
Bukan hanya Trump yang meragukan laporan CIA pada kasus Khashoggi. Mantan Kepala Intelijen Arab Saudi Pangeran Turki al-Faisal menyebut CIA bolak- balik membuat kesimpulan salah. ”CIA bukan acuan untuk verifikasi dan akurasi,” katanya.
Ia mencontohkan, CIA pernah menyimpulkan Irak mempunyai senjata pembunuh massal. Laporan itu membuat AS menginvasi Irak pada 2003. ”Itu contoh ketidakakuratan paling mencolok dan penilaian salah yang memicu perang besar dengan ribuan korban jiwa,” ujarnya.
Ekspor senjata
Secara terpisah, produsen- produsen persenjataan Jerman mulai mengungkapkan kegelisahan. Mereka resah setelah Jerman menghentikan ekspor persenjataan ke Arab Saudi setelah kasus Khashoggi merebak.
Para produsen senjata itu tidak mengetahui sampai kapan embargo berlanjut. Sementara ini, mereka hanya tahu embargo berlaku sampai pertengahan Januari 2019.
”Perusahaan-perusahaan setuju menunda pengiriman untuk saat ini. Namun, keadaan bisa berubah bila Saudi mulai menuntut ganti rugi atas penundaan pengiriman,” kata seorang pelaku ekspor persenjataan Jerman.
Penundaan itu antara lain berdampak pada galangan kapal di Mecklenburg-Vorpommern. Embargo juga berdampak pada produsen radar yang memasok produknya ke Airbus dan Lockheed Martin. Nilai produk yang diembargo mencapai 2,5 miliar euro. (REUTERS/AP/RAZ)