KAIRO, KOMPAS -- Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman kini mulai melakukan konsolidasi di kalangan negara- negara Arab setelah posisinya berada di atas angin pasca-pembelaan dari Presiden Donald Trump terkait kasus pembunuhan wartawan senior Jamal Khashoggi. MBS, Minggu (25/11/2018), tiba di Manama, Bahrain, sebagai persinggahan kedua setelah Uni Emirat Arab dalam lawatannya ke sejumlah negara Arab.
Lawatan MBS ke sejumlah negara Arab itu meliputi Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, Tunisia, Aljazair, dan Mauritania. Setelah itu, ia akan menghadiri KTT G-20 di Buenos Aires, Argentina, 30 November. Itu merupakan lawatan pertama MBS ke luar negeri pasca-kasus pembunuhan Khashoggi.
Lawatan ke sejumlah negara Arab itu dilakukan atas saran bapaknya, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, setelah posisi MBS dirasa telah aman, baik di lingkungan keluarga besar Al-Saud maupun dunia internasional.
Negara-negara Arab yang dipilih dalam kunjungan MBS itu dikenal sehaluan dengan Saudi dalam konteks percaturan geopolitik. Mereka cukup membela MBS dan Saudi secara politik, termasuk dalam kasus Khashoggi.
UEA, Bahrain, Mesir, dan Arab Saudi adalah kuartet Arab yang memblokade Qatar sejak Juni 2017. Aljazair dan Mauritania adalah dua negara Arab yang dikontrol rezim militer dan dikenal anti-gerakan Islam politik.
Militer Aljazair pernah membatalkan hasil pemilu tahun 1991 yang saat itu dimenangi partai Islam, Front Penyelamatan Islam. Sejak 1991 sampai kini, militer yang mengontrol Aljazair terus meredam kekuatan Islam politik di negara itu. Presiden Mauritania Jenderal Mohamed Ould Abdel Aziz juga dikenal musuh bebuyutan gerakan Islam politik di Mauritania.
Adapun Tunisia, satu-satunya negara Arab yang dapat membangun sistem politik demokrasi pascamusim semi Arab, 2011, memilih menerapkan kebijakan politik berimbang dalam percaturan geopolitik, yakni antara kubu Saudi-Mesir dan Turki- Qatar.
Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi, dari partai sekuler, Nidaa Tounes, cukup piawai memainkan kebijakan politiknya itu karena memperhatikan kepentingan politik partai Islam, Ennahda, yang merupakan kekuatan politik terbesar kedua di Tunisia.
Raja Salman dan MBS memandang semakin penting terus memperkokoh kemitraan dengan negara-negara Arab yang sehaluan dalam kebijakan politik di kancah percaturan geopolitik untuk menghadapi ancaman dan tantangan bersama, terutama terkait kasus pembunuhan Khashoggi.
Wakil Presiden UEA Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum dalam wawancara khusus dengan harian Asharq al Awsat edisi Minggu (25/11) menegaskan, UEA akan bersama Arab Saudi dalam keadaan senang atau duka.
Ia juga menegaskan, UEA menolak keras aksi yang ingin memojokkan dan melemahkan Arab Saudi karena stabilitas Arab Saudi merupakan keniscayaan untuk keamanan kawasan Timur Tengah dan internasional.
Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammed bin Zayed al- Nahyan ketika menyambut MBS, Kamis lalu, juga menyatakan, UEA akan tetap membantu, mendukung, dan menjadi sandaran Arab Saudi dalam keadaan apa pun.
Meski mendapat sambutan hangat di UEA dan Bahrain, rencana kunjungan MBS ke Tunisia dan Aljazair masih menuai kritik dari media massa di dua negara itu.
Media massa Tunisia dan Aljazair mengkritik keras kunjungan MBS ke negara mereka karena dugaan kuat MBS terkait dengan kasus pembunuhan Khashoggi di konsulat Arab Saudi di Istanbul, 2 Oktober lalu.