Pakistan-RI Perluas Kerja Sama Dagang
Pakistan dan Indonesia, dua negara berpenduduk terpadat keenam dan keempat dunia secara berurutan, menyediakan pasar potensial bagi kedua pihak. Perlu kerja sama demi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Dalam setiap relasi atau hubungan bilateral, hal yang paling diperlukan adalah sikap saling memahami dan lebih banyak interaksi antara kedua negara. Itu yang selalu diupayakan dalam relasi Indonesia dan Pakistan.
Dengan relasi yang kuat itu, Indonesia dan Pakistan sama-sama mengetahui kesempatan setiap pihak, dan memperluas kesempatan itu demi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Hal tersebut disampaikan CEO Badan Investasi dan Perdagangan Punjab (PBIT) Jahanzeb Burana di kantor PBIT di Lahore, Pakistan, Sabtu (24/11/2018), kepada sejumlah wartawan Indonesia yang berkunjung ke Pakistan atas undangan Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Di Indonesia, PBIT semacam Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menjadi penghubung utama antara dunia usaha dan pemerintah. BKPM diberi mandat untuk mendorong investasi langsung, baik dari dalam negeri maupun luar negeri melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif.
Menurut Burana, peraturan bagi investor asing di Pakistan juga menjadi lebih mudah. Peraturan tersebut di antaranya orang asing bisa memiliki perusahaan 100 persen di Pakistan tanpa perlu bekerja sama dengan pengusaha lokal Pakistan.
Keuntungan hasil usaha juga bisa dibawa pulang ke negara asal pengusaha atau investor asing. PBIT akan memfasilitasi registrasi perusahaan yang didirikan oleh investor asing di Pakistan.
”Saya menjabat sebagai CEO PBIT ini sejak tahun lalu dan tugas awal saya adalah berkunjung ke Jakarta untuk membantu kerja sama investasi dan perdagangan Pakistan-Indonesia,” kata Burana.
Ia menambahkan, pada November-Desember 2018 ini akan ada banyak delegasi yang bakal datang ke Indonesia. ”Ini kesempatan kontak bisnis. Rombongan delegasi atau komunitas bisnis Punjab beberapa bulan ke depan akan datang ke Indonesia,” ujar Burana.
Makin meningkat
Hubungan Indonesia-Pakistan di bidang investasi dan perdagangan kian meningkat sejak kunjungan Presiden Joko Widodo ke Pakistan pada 26 Januari 2018. Pada kesempatan tersebut, Indonesia dan Pakistan menyepakati beberapa perjanjian dagang dengan nilai transaksi 115 juta dollar AS (Rp 1,5 triliun), di antaranya melalui kesepakatan peningkatan perdagangan di bidang kelapa sawit, batubara, kakao, kopi, dan teh.
Presiden Jokowi pada saat itu menyatakan bahwa nilai total perdagangan setelah implementasi perjanjian perdagangan preferensial (preferential trade agreement) antara Indonesia- Pakistan mengalami peningkatan yang signifikan sejak 2013. Pada 2016, total nilai perdagangan kedua negara mencapai 2,1 miliar dollar AS atau mengalami pertumbuhan sebesar 8,9 persen per tahun.
Sementara itu, total nilai perdagangan Indonesia-Pakistan untuk periode Januari-September 2018 sebesar 2,3 miliar dollar AS. Indonesia mengalami surplus sebesar 1,3 miliar dollar AS; surplus pada sektor nonminyak dan gas sebesar 1,2 miliar dollar AS, serta surplus di sektor minyak dan gas 83 juta dollar AS. Indonesia secara sepihak sudah memberikan tambahan fasilitas nol tarif untuk 20 produk Pakistan, di antaranya produk tekstil dan etanol.
Adelin Indah Marisa, Sekretaris III Kedutaan Besar RI Islamabad, menyatakan bahwa nilai perdagangan Indonesia- Pakistan berada pada angka 2,6 miliar dollar AS pada 2017, sebanyak 1,6 miliar dollar AS disumbangkan oleh kelapa sawit. Pakistan menjadi negara tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia terbesar ketiga di dunia. Komoditas kelapa sawit mendominasi hubungan perdagangan Indonesia-Pakistan.
Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia- Pakistan, mulai awal 2019, Indonesia akan menambahkan 20 produk Pakistan ke dalam daftar perjanjian perdagangan preferensial.
Kesempatan besar
Menurut Burana, Pakistan kini semakin maju. Pasar real estat pun juga menarik. Dulu di Kota Lahore tidak memiliki mal, sekarang kota tersebut memiliki dua mal besar. ”Ini kesempatan besar bagi mal operator. Pakistan ini adalah pasar yang masih murni,” kata Burana.
Indonesia, dengan jumlah penduduk 260 juta jiwa, selama ini mengimpor daging dari Brasil dan Australia atau negara-negara lainnya. Burana mengatakan, sebenarnya Indonesia bisa mengimpor daging dari Pakistan dengan logistik yang lebih murah. Begitu juga tekstil.
Populasi Pakistan sebanyak 220 juta penduduk ini merupakan pasar yang besar, termasuk potensi pasar untuk anak-anak muda di bidang teknologi informatika (IT), misalnya seperti Go-jek.
”Saat saya ke Jakarta, ke Universitas Presiden di Jababeka, ada proyek kerja sama yang dilakukan akademisi dari kedua negara yang bisa saling belajar. Hubungan orang ke orang pun bisa dilakukan melalui industri pertunjukan.
Drama Pakistan bisa disulih suara dalam bahasa Indonesia, begitu pun drama Indonesia bisa disulih suara dalam bahasa Pakistan sehingga masing-masing negara bisa saling memahami budaya,” kata Burana.
Begitu pula di dunia pariwisata. Secara tradisional warga Pakistan lebih memilih berwisata ke Thailand, Maladewa, Malaysia, atau Turki. Tidak terlalu banyak warga Pakistan yang berwisata ke Indonesia.
Menurut Burana, ini kesempatan bagi pengelola tur untuk membuat paket tur yang menarik minat wisatawan Pakistan untuk datang ke Indonesia.
”Warga Pakistan tidak mendapat cukup banyak informasi mengenai Indonesia. Yang mereka tahu umumnya hanya Bali. Jadi, Indonesia perlu aktif mengadakan pameran pariwisata,” kata Burana.
Beberapa pameran pariwisata Indonesia diselenggarakan di Islamabad, ibu kota Pakistan. Mungkin ada baiknya pameran juga diselenggarakan di beberapa kota lainnya, seperti Lahore yang merupakan kota kedua terbesar di Pakistan, sehingga bisa menjaring lebih banyak wisatawan Pakistan.
Adelin mengatakan, KBRI menyambut baik kebijakan Pemerintah Pakistan yang memberikan kemudahan bagi investor Indonesia. KBRI akan mengundang pengusaha Indonesia ke Pakistan untuk melakukan usaha patungan dari produk-produk turunan kelapa sawit.
”Kita akan memanfaatkan kemudahan yang diberikan Pemerintah Pakistan untuk memperkenalkan Indonesia tidak hanya Bali karena ada 10 Destination Beyond Bali melalui kerja sama dengan agen perjalanan.
KBRI akan mengundang agen perjalanan Indonesia ke Pakistan untuk memperkenalkan wisata Indonesia,” tutur Adelin.