Iran melakukan uji coba rudal setelah keluarnya AS dari Kesepakatan Nuklir Iran. Langkah ini mengundang kecaman Washington.
Dubai, Minggu Pemerintah Iran menjamin bahwa uji coba rudal yang dilakukannya tak melanggar Resolusi PBB dan merupakan bagian dari pertahanan. Namun, Pemerintah AS menyatakan, langkah Iran itu melanggar kesepakatan internasional 2015 terkait program nuklir Iran.
Jubir Kemenlu Iran Bahram Qasemi menyatakan, program rudal itu bersifat defensif. ”Tak ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang melarang Iran melakukan program rudal dan uji coba rudal,” kata Qasemi seperti dikutip kantor berita IRNA. Ia tak mengonfirmasi ataupun membantah uji coba rudal itu.
Di bawah Kesepakatan Nuklir Iran 2015 yang ditandatangani Inggris, China, Perancis, Jerman, Rusia, dan AS, Iran diminta menahan diri sampai dengan delapan tahun tidak mengembangkan rudal-rudal balistik yang mampu mengangkut hulu ledak nuklir.
Namun, pada Mei lalu Pemerintah AS menarik diri secara unilateral terhadap kesepakatan nuklir itu dengan alasan kesepakatan itu tidak memasukkan larangan bagi Iran untuk mengembangkan rudal-rudal balistik dan tidak mendukung atau mempersenjatai konflik di Suriah, Yaman, Lebanon, dan Irak.
AS kemudian melanjutkan langkahnya dengan menerapkan sanksi ekonomi terhadap Iran, termasuk melarang semua perusahaan asing yang bekerja sama dengan AS melakukan hubungan dengan Iran. AS juga berupaya membuat agar ekspor minyak Iran mencapai titik nol.
Ancaman
Menlu AS Mike Pompeo mengecam langkah Teheran itu dan menuntut Iran agar segera menghentikan aktivitasnya. ”Pemerintah Iran telah melakukan uji coba rudal balistik dengan jangkauan menengah yang bisa membawa berbagai hulu ledak. Uji coba ini melanggar Resolusi DK PBB 2231,” kata Pompeo.
Senada dengan Pompeo, Menhan AS Jim Mattis menyebutkan, peluncuran rudal Iran merupakan langkah signifikan dan menjadi pengingat bahwa Teheran tidak bisa dihalangi untuk mengembangkan teknologi rudal.
Meskipun secara global Iran bukanlah ancaman signifikan dibandingkan Korea Utara, kata Mattis, di kawasan ancaman itu signifikan. ”Iran akan mampu mengembangkan teknologi yang lebih tinggi jika tidak segera ditangani,” kata Mattis.
Namun, Qasemi menilai pernyataan Pompeo yang mengutip resolusi DK PBB itu ironis karena AS sendiri melanggarnya dengan menarik diri secara unilateral dari kesepakatan itu. ”Anda juga mendorong pihak lain untuk melanggarnya dan mengancam akan memberikan sanksi jika mereka tetap berada dalam kesepakatan,” kata Qasemi.
Meningkat
Ketegangan antara Washington dan Teheran terus meningkat beberapa pekan ini. Pekan lalu, Presiden Iran Hassan Rouhani menyerukan umat Islam di dunia agar bersatu melawan AS dan tidak ”menggelar karpet merah” bagi negara itu. Rouhani menyindir Arab Saudi dan sejumlah negara di Teluk yang menjalin hubungan erat dengan AS, bahkan dengan Israel, tetapi mereka memusuhi Iran.
Tak lama kemudian, Washington balik menyerang dengan menuduh Teheran mengirimkan persenjataan kepada para pemberontak di Afghanistan dan Yaman. Perwakilan khusus AS untuk Iran, Brian Hook, menunjukkan sejumlah kepingan persenjataan yang diperoleh di dua negara itu dan menyebutnya sebagai ”bukti” bahwa Iran telah melakukan destabilisasi di Timur Tengah dan Asia Selatan.
Sabtu (1/12/2018) lalu, Angkatan Laut Iran meluncurkan kapal perusak Sahand yang merupakan buatan sendiri dan memiliki radar yang berkemampuan mengendus persenjataan siluman. Sahand juga memiliki dek untuk helikopter, peluncur torpedo, rudal darat ke udara dan darat ke darat, serta kemampuan perang elektronik. (AP/AFP/REUTERS/MYR)