Tidak satu pun dari belasan orang di butik Tiffany&Co, Hong Kong, pada akhir November 2018, membeli perhiasan di gerai itu. Fenomena itu terjadi juga di butik-butik barang mewah lain di Hong Kong, Paris, hingga Manhattan di New York.
Sebelumnya, selama bertahun-tahun, pasar barang mewah mengandalkan para pembeli China. Hingga 90 miliar dollar AS per tahun dihabiskan para konsumen China di pasar barang mewah global. Perhiasan, adi busana, dan barang mewah lain dibeli dengan uang yang nilainya melebihi separuh APBN Indonesia itu.
Sejumlah lembaga kajian, seperti Euromonitor International dan Bain&Co, menyebut pembeli China menjadi andalan penggerak pasar barang mewah global. Bain memproyeksikan belanja barang mewah oleh pembeli China melonjak menjadi 190 miliar dollar AS per tahun pada 2025. Dari jumlah itu, hingga 95 miliar dollar akan dibelanjakan di luar China dan sisanya dibelanjakan di cabang- cabang butik mewah di China.
Produsen sejumlah barang mewah memang membuat layanan khusus untuk memenuhi selera dan keinginan pembeli China. Hermes membuat merek khusus untuk aneka barang yang sesuai selera pembeli China, Shang Xia. Swalayan-swalayan kelas atas di London hingga Los Angeles mempekerjakan pramuniaga yang bisa berbahasa Mandarin untuk memaksimalkan layanan kepada pembeli China.
Para pelancong China dikenal kerap memenuhi koper dengan aneka tas buatan perancang terkenal atau barang mewah lain ketika pulang dari luar negeri. Rumah mode dan produsen barang mewah juga berlomba membuka butik di China.
Turun
Lonjakan daya beli konsumen China tidak lepas dari pertumbuhan negara itu selama beberapa dekade terakhir. China kini tumbuh menjadi kekuatan ekonomi nomor dua di bumi.
Namun, laju pertumbuhan China mulai tertahan seiring perlambatan perekonomian global. Pertumbuhan China pada 2018 diprediksi lebih rendah 0,2 persen dibandingkan pada 2017 yang mencapai 6,7 persen. Penurunan ekonomi China juga tecermin dari indeks bursa tahun 2018 yang anjlok 22 persen dibandingkan pada 2017. Perang dagang dengan Amerika Serikat diprediksi semakin menekan perekonomian China.
Nilai tukar yuan terhadap dollar AS semakin rendah sehingga para pembeli menilai barang-barang di AS semakin mahal. Dampaknya, pembelian barang mewah oleh konsumen China pun turun.
Pasar mobil dan properti lebih dulu merasakan. Kini, butik-butik barang mewah juga merasakan dampaknya. Permintaan jas dan sepatu mahal berkurang. ”Konsumen tidak semangat belanja,” kata analis China Market Group, Ben Cavender.(AP/RAZ)