JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan didorong membuka kembali perundingan kesepakatan dagang dalam kerangka Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea atau IK-CEPA. Melihat dan sekaligus menghidupkan kembali kesepakatan itu dinilai penting untuk mendongkrak ekspor Indonesia ke Korsel, tetapi juga mendapatkan transfer teknologi dan sekaligus modal bagi Indonesia dari Korsel.
Hal itu mengemuka dalam Seminar bertajuk ”Kebijakan Baru ke Arah Selatan dan Kerja Sama Ekonomi Korea Selatan-Indonesia” di Jakarta, Rabu (5/12/2018). Seminar itu digelar oleh Pusat Studi Strategi Internasional (CSIS) dan Institut Korea untuk Kebijakan Ekonomi Internasional (KIEP).
Peneliti di bidang ekonomi CSIS, Deni Friawan, menyatakan hubungan ekonomi yang kuat antara Indonesia dan Korsel diharapkan berlanjut ke level yang lebih tinggi. Hal itu layak diupayakan karena kedua negara saling melengkapi dengan potensi masing-masing.
”Mengingat ekspor Indonesia terkonsentrasi di produk-produk primer, maka IK-CEPA diharapkan dapat mengamankan pasar-pasar ekspor produk-produk manufaktur di Korsel,” kata Deni.
Pemerintah Indonesia menargetkan hubungan dagang dengan Korsel mencapai nilai 30 miliar dollar AS pada 2022. Indonesia dan Korsel tergabung dalam ASEAN-Korea FTA dan pembahasan intensif Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP). Di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi ke-33 ASEAN di Singapura pada pertengahan November lalu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, Indonesia mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali kerja sama IK-CEPA, dan hal itu sudah diungkapkan Indonesia kepada Pemerintah Korsel.
Salah satu pembicara dari Korsel, Park Bun-soon dari Korea University, menyatakan, Indonesia-Korsel memiliki aneka potensi untuk dikerjasamakan. Dinamika sosial dan ekonomi keduanya saling melengkapi. Misalnya, Indonesia membutuhkan pengembangan manufaktur di tengah pasar yang terus tumbuh. Sementara di sisi Korsel, di tengah pasar yang matang, pengalaman pengembangan sektor manufaktur yang efisien terasa pas untuk ditularkan ke Indonesia. Selain industri berteknologi tinggi dan pengembangan manufaktur, kerja sama kedua negara juga dinilai penting untuk menghindarkan Indonesia dan Korsel dari jebakan negara dengan pendapatan menengah.
”Kita perlu menghidupkan kembali pembicaraan IK-CEPA. Dengan IK-CEPA, perusahaan-perusahaan Korsel akan ada lebih banyak di Indonesia,” kata Park Bun-soon.
Presiden KIEP Lee Jae-Young mengatakan, peningkatan hubungan bilateral didorong Pemerintah Korsel di bawah pemerintahan Moon Jae-in. Khusus dengan Indonesia dan negara- negara anggota ASEAN serta India, hal itu adalah bagian dalam Kebijakan Baru ke Arah Selatan yang diluncurkan pada November 2017. Kebijakan itu bertujuan mengurangi ketergantungan Seoul terhadap Amerika Serikat, China, Jepang, dan Rusia. ASEAN pun kini dinilai setara dengan keempat negara itu dalam hubungan politik dan ekonomi berdasarkan prinsip perorangan, perdamaian, dan kemakmuran. (BEN)