Setelah dua tahun, delegasi Pemerintah Yaman dan pemberontak Houthi akhirnya kembali ke meja perundingan. Negosiasi sejak Kamis (6/12/2018) itu dibuka dengan persetujuan untuk saling melepaskan total 5.000 orang yang ditawan kedua belah pihak.
Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Martin Griffiths mengumumkan kesepakatan yang dicapai di Istana Johannesberg, Swedia, itu. Kini, di kastel dari abad ke-11 yang terletak di Rimbo, kota di utara Stockholm, itu, perwakilan Yaman dan Houthi masih membahas sejumlah isu lain yang lebih pelik. Pemerintah dan pemberontak harus menyelesaikan isu pengoperasian penuh Bandara Sanaa dan pengunduran diri Houthi dari Hodeidah.
Houthi meminta penghentian blokade ruang udara Yaman sehingga Bandara Sanaa bisa beroperasi penuh. Jika tidak, Houthi mengancam melarang pesawat PBB dan lembaga kemanusiaan yang membawa bantuan kemanusiaan bagi warga Yaman mendarat di Sanaa.
Bandara Sanaa tidak beroperasi normal selama bertahun-tahun. Pada periode 2014-2016, Houthi, yang menguasai seluruh Sanaa sejak 2014, membatasi operasional bandara. Setelah 2016, operasional bandara terkendala blokade koalisi pimpinan Arab Saudi. Bersama sejumlah negara Arab, Saudi memimpin koalisi yang menyokong Pemerintah Yaman pimpinan Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi. Koalisi itu menginvansi Yaman sejak 2015 dengan alasan membantu Hadi menghadapi Houthi.
Hodeidah
Koalisi Saudi praktis menguasai ruang udara Yaman. Koalisi juga melancarkan lebih dari 18.000 serangan udara ke Yaman sejak 2015. Beberapa bulan terakhir, serangan udara dipusatkan ke Hodeidah, kota tempat pelabuhan terpenting Yaman berada. Pelabuhan itu merupakan pintu masuk 80 persen impor Yaman. Pintu impor amat penting bagi negara yang hingga 90 persen kebutuhan pangannya berasal dari impor itu.
Pentingnya Hodeidah membuat pelabuhan itu jadi tuntutan balasan Pemerintah Yaman setelah Houthi meminta pengoperasian Bandara Sanaa. ”Milisi Houthi harus mundur dari kota dan pelabuhan Hodeidah, lalu menyerahkannya kepada pemerintahan yang sah, khususnya keamanan nasional,” kata Menteri Luar Negeri Yaman Khaled al-Yamani.
Seperti Sanaa, Hodeidah juga dikuasai Houthi sejak 2014. Koalisi Saudi sudah menggunakan berbagai cara untuk merebut kembali Hodeidah. Saudi pernah menerapkan blokade total sehingga kapal-kapal tidak masuk ke Hodeidah.
Saudi beralasan Hodeidah digunakan kapal-kapal penyelundup persenjataan dan aneka bantuan militer untuk Houthi. Jika jalur alur pelayaran ke Hodeidah ditutup, Houthi akan kehilangan jalur pasokan.
Blokade itu berakhir sebagian setelah PBB dan banyak negara mengecam dan menekan koalisi Saudi. Blokade itu dikecam PBB dan banyak negara lain karena menyebabkan kapal pengangkut aneka kebutuhan sehari-hari warga Yaman tidak bisa masuk Hodeidah.
Setelah blokade gagal, koalisi Saudi kembali ke opsi serangan militer. Setelah serangan udara dan darat berbulan-bulan, koalisi Saudi dan pasukan pendukung Hadi gagal merebut Hodeidah dari Houthi.
”Kalau mampu, mereka sudah merebut Hodeidah empat tahun lalu. Mereka tidak mampu merebut itu dan tetap tidak akan mampu selama rakyat Yaman melawan,” kata Hamid Issam, anggota delegasi Houthi dalam perundingan di Swedia.
Setelah blokade dan gempuran tanpa henti gagal, perundingan di Swedia dipakai untuk meminta Houthi mundur. Permintaan yang sulit dipenuhi karena peran sentral pelabuhan itu.
Tahap baru
Meski tidak mudah, Griffiths mengatakan akan mengupayakan kesuksesan perundingan itu. Ia menyebut perundingan itu penting untuk menentukan perdamaian Yaman. Perundingan di Swedia dinyatakan sebagai pembuka proses negosiasi bagi proses damai.
Upaya perdamaian Yaman berulang kali berantakan. Setelah perundingan nyaris tiga bulan di Kuwait pada 2016, Pemerintah Yaman dan Houthi gagal mencapai kesepakatan. PBB mencoba kembali mempertemukan mereka pada September 2018 di Swiss. Upaya itu gagal karena Houthi tidak hadir.
Alasannya, mereka merasa tidak ada jaminan keamanan dari masyarakat internasional. Houthi minta jaminan dari serangan udara dan blokade.
Khashoggi
Keadaan berubah setelah jurnalis senior Arab Saudi Jamal Khashoggi terbunuh dalam kompleks konsulat Arab Saudi di Instanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018. Ada indikasi keterlibatan orang sangat penting di Riyadh dalam kasus itu.
Indikasi itu membuat banyak negara menekan Arab Saudi. Awalnya, tekanan difokuskan untuk memastikan orang yang bertanggung jawab dalam kasus Khashoggi dihukum.
Belakangan, tekanan meluas ke keterlibatan Saudi di Yaman. Tekanan itu membuat Saudi, yang menyokong pemerintah Hadi, setuju mendorong Hadi berunding. Koalisi Saudi juga melonggarkan blokade udara Yaman.
Pelonggaran itu memungkinkan pesawat PBB yang membawa 50 milisi Houthi yang terluka terbang ke Oman.
Izin terbang itu membuat Houthi melunak dan bersedia hadir. Bahkan, delegasi Houthi tiba lebih dulu di Swedia. Meski masih ada ketidaksepakatan, perundingan di Istana Johannesberg masih terus berlangsung.(AFP/REUTERS/RAZ)