KAIRO, KOMPAS -- Kaukus baru beranggotakan tujuh negara bertepi ke Laut Merah dan Teluk Aden dideklarasikan di Riyadh, Arab Saudi, Rabu (12/12/2018). Tujuh negara itu adalah Arab Saudi, Jordania, Mesir, Sudan, Yaman, Djibouti, dan Somalia.
Acara deklarasi kaukus baru itu dihadiri para menteri luar negeri negara-negara anggota kaukus tersebut. Kaukus baru ini akan menjadi embrio bagi lahirnya organisasi regional baru di dunia Arab. Negara-negara yang mendeklarasikan terbentuknya kaukus baru itu adalah negara-negara anggota Liga Arab, yang secara politik dikenal dekat dengan Riyadh.
Deklarasi kaukus baru itu dilakukan hanya beberapa hari setelah KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Riyadh, Minggu (9/12/2018). Saat ini GCC bisa disebut secara de facto sudah lumpuh pasca-blokade kuartet Arab (Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab) terhadap Qatar sejak Juni 2017.
Arab Saudi sudah sulit menaruh harapan kepada GCC untuk menjadi ujung tombak melawan Iran, musuh bebuyutan Arab Saudi, dalam persaingan geopolitik. Selain Qatar, Kuwait dan Oman juga masih menginginkan menjaga hubungan baik dengan Teheran. Hanya Arab Saudi, Bahrain, dan UEA yang sangat anti Iran dalam tubuh GCC. Karena itu, Arab Saudi bisa jadi menghendaki kaukus baru itu sebagai ganti dari GCC yang sudah tidak efektif lagi dijadikan panggung untuk melawan Iran.
Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir mengungkapkan, inisiatif pembentukan kaukus baru tersebut datang dari Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud untuk membangun persepsi dan mekanisme bersama antara negara-negara anggota kaukus baru dalam menghadapi tantangan di sepanjang jalur perairan negara-negara itu. Dalam deklarasi ditegaskan, tujuan utama pembentukan kaukus adalah menciptakan keamanan dan stabilitas dalam aktivitas perdagangan dan investasi di sepanjang jalur perairan mereka.
Seperti diketahui, jalur perairan Laut Merah dan Teluk Aden dikenal sangat strategis karena menghubungkan dua benua, yakni Eropa dan Asia, serta menghubungkan dua lautan besar, yaitu Laut Tengah dan Samudra Hindia. Di area Laut Merah, terdapat dua jalur sempit yang sangat populer, yaitu Bab al-Mandeb dan Terusan Suez. Bab al-Mandeb, penghubung Samudra Hindia dan Laut Merah, adalah salah satu selat paling strategis di dunia. Selat itu menjadi jalur lalu lintas laut utama Eropa-Asia.
Bahkan, hampir 40 persen suplai minyak dari kawasan Teluk ke Eropa dan AS diangkut kapal-kapal tanker melalui Bab al-Mandeb. Bab al-Mandeb memiliki lebar 16 kilometer dan kedalaman antara 100-200 meter. Semua berbagai ukuran kapal laut bisa melintasi selat itu dari dua arah berlawanan sekaligus.
Terusan Suez juga sangat strategis karena menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah, atau Eropa dan Asia. Terusan Suez adalah perpanjangan dari Bab al-Mandeb. Hampir semua kapal yang lewat Bab al-Mandeb akan melewati juga Terusan Suez.
Secara keamanan, Terusan Suez dan Bab al-Mandeb tidak terpisahkan satu sama lain. Mesir menempatkan kapal perang secara permanen di sekitar Bab al-Mandeb guna mengamankan Terusan Suez. Jika Arab Saudi berhasil membangun solidaritas solid dalam wadah kaukus baru tersebut, hal itu merupakan keuntungan strategis bagi Riyadh dalam persaingan geopolitik dan bisa menjadi pengganti GCC.
Arab Saudi melalui wadah kaukus baru tersebut bisa meredam pengaruh Iran di kawasan Laut Merah dan Afrika timur, serta mengucilkan kelompok Houthi secara politik di Yaman. Kaukus baru itu juga bisa digunakan sebagai wadah kerja sama melawan kelompok radikal, seperti kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang berkembang di Afrika timur dan aksi perompakan di Teluk Aden.