BRUSSELS, KAMIS -- Pemerintah Inggris dan Uni Eropa mengeluarkan panduan langkah-langkah darurat setelah 29 Maret 2019 seandainya Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan. Untuk menghindari kekacauan, UE antara lain akan mengizinkan maskapai penerbangan Inggris beroperasi selama 12 bulan pasca-Brexit.
Tinggal 99 hari menjelang tenggat Brexit, yaitu 29 Maret 2019, masa depan Inggris belum jelas. Jika parlemen menolak kesepakatan Brexit pada 14 Januari, opsi yang tersedia tinggal Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan, atau Inggris tetap memilih berada di UE.
Untuk menghadapi kemungkinan opsi tanpa kesepakatan, UE mengumumkan serangkaian langkah darurat jangka pendek. Hal itu, di antaranya, Komisi Eropa mengusulkan maskapai penerbangan Inggris agar bisa pergi dari dan menuju bandara- bandara di UE selama 12 bulan, dengan catatan Inggris juga memberlakukan hal sama bagi maskapai penerbangan Eropa. UE juga akan mengizinkan sejumlah bank Inggris melanjutkan layanannya selama setahun.
Meski demikian, lori dan truk- truk asal Inggris tidak bisa lagi membawa barang ke wilayah UE. Demikian juga ternak dan binatang hidup akan diperiksa di perbatasan. Warga Inggris yang bepergian bersama binatang peliharaan juga memerlukan izin.
Menurut Wakil Presiden Komisi Eropa Valdis Dombrovskis, rencana darurat itu merupakan upaya untuk meminimalkan guncangan. Brexit tanpa kesepakatan dianggap berisiko terhadap perekonomian Inggris dan akan menimbulkan kekacauan di sejumlah perbatasan.
Namun, Dombrovskis menegaskan, semua langkah darurat itu tidak bisa menyamai keuntungan yang diperoleh Inggris dalam kesepakatan Brexit yang telah ditandatangani. ”Dan tentu tidak bisa menyamai keuntungan yang diperoleh Inggris saat menjadi anggota UE,” katanya.
Persiapan Inggris
Pemerintah Inggris kemarin juga memublikasikan rencana imigrasi pasca-Brexit yang akan mengakhiri hak otomatis warga UE untuk tinggal di Inggris. ”Kita akan mengakhiri pergerakan bebas. Kita akan mengurangi jumlah migrasi, tetapi kita menjamin bahwa hanya orang-orang yang terhebat dan terbaik yang datang ke Inggris,” kata Perdana Menteri Inggris Theresa May.
Dengan demikian, warga UE tidak lagi bisa tinggal dan bekerja di Inggris secara otomatis pasca- Brexit. Namun, aturan baru ini tidak berlaku bagi sekitar 3 juta warga UE yang saat ini sudah bermukim di Inggris, termasuk jika Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan sekalipun.
Kalangan bisnis Inggris menentang proposal itu karena sejumlah industri, dari pertanian sampai layanan kesehatan, masih sangat membutuhkan tenaga kerja dari Eropa. Dengan memutus rantai aliran tenaga kerja berkemampuan rendah, akan muncul kelangkaan pekerja.
Seperti yang dilontarkan Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon, yang menyebut proposal imigrasi itu akan menghancurkan perekonomian Skotlandia. ”Sulit dimengerti ada PM Inggris yang ingin membangun warisan dengan mengubah Inggris menjadi melihat ke dalam dan semakin tertutup terhadap dunia,” kata Sturgeon.
Kalangan bisnis Inggris juga khawatir tambahan pemeriksaan di perbatasan akan membuat macet pelabuhan-pelabuhan, dan menciptakan antrean panjang sehingga mengganggu rantai suplai ke Eropa dan sekitarnya.
Sampai Kamis (20/12/2018), kabinet Inggris terbelah untuk menentukan langkah yang akan diambil jika kesepakatan Brexit ditolak parlemen. Menteri Tenaga Kerja Amber Rudd mengatakan, cukup masuk akal jika pemerintah mempertimbangkan referendum kedua.
Hal senada diungkapkan Menteri Perancis Urusan Eropa Nathalie Loiseau. ”Pintu untuk referendum kedua selalu terbuka,” katanya.