SEOUL, RABU - Korea Selatan dan Korea Utara melakukan terobosan dengan memulai proyek besar memodernisasi jalur kereta api yang menghubungkan Utara dan Selatan. Meski demikian, proyek ini terkendala sanksi ekonomi dari Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait program nuklir Korut.
Kedua Korea melakukan upacara peluncuran proyek jalur kereta api di kota perbatasan yang masuk wilayah Utara, Kaesong, Rabu (26/12/2018). Kereta api dari Korsel tiba di Kaesong membawa penumpang sekitar 100 orang, termasuk para pejabat pemerintah, anggota parlemen, dan warga Korsel yang terpisah dengan kerabatnya selama puluhan tahun setelah Perang Korea 1950-1953. Mereka disambut meriah oleh warga Korut, termasuk Menteri Urusan Dua Korea Ri Son Gwon.
Para pejabat dua Korea kemudian menandatangani prasasti disaksikan sejumlah undangan dari China dan Rusia serta Armida Salsiah Alisjahbana, Sekretaris Eksekutif Komisi Sosial dan Ekonomi PBB untuk Asia Pasifik (ESCAP). Proyek kereta api ini tergolong ambisius. Kedua pihak berharap, jalur lintasan ini kelak akan terhubung dengan Trans-China dan Trans-Siberia.
”Jaringan kereta api ini tidak hanya akan mempersingkat jarak dan waktu tempuh, tetapi juga mendekatkan hati warga Selatan dan Utara,” kata Menteri Transportasi Korsel Kim Hyun-mee.
Sebelumnya, selama beberapa pekan pejabat dari kedua Korea melakukan survei bersama terkait pembangunan lintasan rel kereta api. Baik Pemimpin Korut Kim Jong Un maupun Presiden Korsel Moon Jae-in terus mendorong agar proyek perdamaian ini tetap berlangsung meskipun terjadi kebuntuan negosiasi antara Pyongyang dan Washington.
Menteri Perkeretaapian Korut Kim Yun Hyok dalam kesempatan itu juga menekan pihak Korsel agar kedua Korea terus melangkah maju dengan proyek perdamaian mereka daripada ”terus-menerus limbung dan mendengarkan apa yang dikatakan pihak lain”.
Situasi canggung
Korut berulang kali menyatakan keberatan atas lambannya perwujudan proyek-proyek perdamaian di antara kedua negara yang sudah disepakati kedua pemimpin Korea. Di sisi lain, antusiasme Seoul untuk melanjutkan proyek perdamaian dengan Pyongyang menimbulkan situasi canggung dengan Washington.
Presiden AS Donald Trump beserta sejumlah menteri kabinetnya selama ini mendesak Seoul untuk terus menekan Pyongyang sampai Kim Jong Un mengambil langkah konkret melakukan denuklirisasi dengan menghancurkan seluruh persenjataan dan rudalnya.
Pemerintah Seoul merencanakan untuk melakukan riset lebih jauh terkait lintasan kereta api dan jalan-jalan di Korut sebelum membuat cetak biru yang lebih rinci terkait proyek itu. Juru bicara Seoul, Eugene Lee, mengatakan, pembangunan konstruksi tergantung pada progres denuklirisasi yang dilakukan Korut dan kondisi sanksi pada negara itu. ”Kami berencana melakukan negosiasi yang lebih rinci dengan Korut untuk mengoordinasikan tahapan yang ingin kita capai dalam modernisasi jalur kereta api dan bagaimana mewujudkan proyek tersebut,” ujar Lee.
Sejumlah ahli memperkirakan, sekalipun Korut melakukan langkah konkret denuklirisasi dan kemudian sanksinya dicabut, upaya untuk memodernisasi jalur kereta api dan jalan di Korut butuh waktu puluhan tahun dengan investasi yang sangat besar.
Dua Korea memulai layanan kereta api antara Stasiun Munsan di Korsel dan Stasiun Panmun di Korut pada Desember 2007 untuk mendukung pabrik bersama di Kaesong. Namun, jalur ini ditutup pada 2008 akibat ketegangan di Semenanjung Korea. Kaesong ditutup pada 2016 menyusul sejumlah uji coba rudal oleh Pyongyang. (AP/AFP/MYR)