VALLETTA, SELASA - Di pengujung tahun 2018, angkatan bersenjata Malta menyelamatkan ratusan migran dalam dua operasi penyelamatan. Operasi pertama digelar pada Minggu (30/12/2018) di perairan barat daya Malta. Dalam operasi di wilayah Laut Tengah itu, mereka berhasil menyelamatkan 69 migran.
Dalam operasi kedua yang digelar pada Senin (31/12), kurang dari 24 jam setelah operasi pertama, mereka berhasil menyelamatkan 180 migran. Namun, 49 migran lainnya masih terkatung-katung di tengah laut setelah mereka dijemput dua kapal penyelamat yang dioperasikan lembaga non-pemerintah.
Malta dan Italia menolak menerima mereka. Sikap itu mengacu pada kesepakatan dengan negara-negara Eropa yang berupaya menghentikan arus migrasi dari Afrika. Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, pada 22 Desember 2018, kapal Sea-Watch 3 menyelamatkan 32 migran di Laut Tengah dan pada 29 Desember 2018 Sea-Eye menyelamatkan 17 migran dari keganasan Laut Tengah. Kedua kapal itu dioperasikan LSM asal Jerman.
Desakan
Kepala misi dari Sea-Eye Jan Ribbeck mengatakan, dalam hukum kelautan disebutkan bahwa orang yang diselamatkan harus dipindahkan ke darat sesegera mungkin. ”Benar-benar tidak bermoral bahwa tidak ada satu pun negara Eropa yang bersedia mengambil tanggung jawab ini,” kata Ribbeck dalam sebuah pernyataan.
Ia mendesak Malta bersedia menerima migran itu dan mendistribusikannya kepada sejumlah negara Eropa sebagaimana pernah terjadi sebelumnya.
Senin lalu, Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) juga menyerukan agar para migran diizinkan masuk ke pelabuhan yang aman sebelum cuaca di perairan Laut Tengah memburuk.
”Negara-negara perlu menerapkan pengaturan regional yang memberikan kejelasan dan kepastian kepada para operator kapal tentang tempat untuk menurunkan pengungsi dan migran yang diselamatkan di Laut Tengah,” kata UNHCR dalam sebuah pernyataan.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, sepanjang tahun 2018, Italia memimpin upaya menekan kehadiran migran yang ingin datang ke Eropa.
Mereka melarang kapal-kapal penyelamat yang dioperasikan sejumlah LSM berlabuh di pelabuhan-pelabuhan di Italia. Roma juga lebih banyak memberi bantuan ke Libya untuk mencegah pengungsi atau pencari suaka bermigrasi ke Eropa.
Berdasarkan data terbaru yang disediakan oleh otoritas Italia pada 28 Desember 2018, sepanjang tahun 2018 sebanyak 12.977 migran yang berangkat dari Libya tercacat memasuki Italia. Jumah itu turun 87,9 persen dibandingkan dengan tahun 2017.
Meskipun jumlah migran yang melintasi Laut Tengah telah berkurang secara signifikan, UNHCR mencatat, sepanjang tahun 2018 sebanyak 2.240 migran tewas atau hilang saat melintasi Luat Tengah. Lembaga itu memuji upaya yang dilakukan sejumlah LSM yang menurut UNHCR memainkan peran penting mencegah jatuhnya lebih banyak korban jiwa.