TAIPEI, SELASA - Taiwan mengajak China mengutamakan perdamaian dalam penyelesaian sengketa di antara mereka. Sengketa di Selat Taiwan dapat berujung pada Perang Dingin baru.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan, Taipei dan Beijing harus membangun saling pengertian yang pragmatis tentang perbedaan masing-masing. Perbedaan itu terwujud dalam sistem politik dan norma.
”Saya mengajak China melihat kenyataan pada keberadaan Republik China di Taiwan,” ucap Tsai merujuk pada nama resmi pulau wilayah Taiwan, Selasa (1/1/2019), di Taipei. ”China harus menghormati keberadaan 23 juta orang (yang hidup) dalam kemerdekaan dan demokrasi serta harus menggunakan pendekatan damai dan seimbang dalam menangani perbedaan kita.”
Tsai menyebut, tantangan terbesar Taiwan saat ini adalah intervensi China pada perkembangan politik dan sosial Taiwan. Tudingan itu dibantah Beijing.
China tetap menganggap Taiwan sebagai provinsi yang masih menolak bergabung. Beijing berusaha mengembalikan Taiwan dalam kontrolnya, jika perlu, dengan kekuatan. Sementara Taipei terus berkeras menolak dikendalikan China.
Sepanjang 2018, Beijing terus meningkatkan tekanan pada Taipei. Sejumlah negara memutus hubungan diplomatik dengan Taiwan dan beralih memperat hubungan dengan China. Sejumlah maskapai penerbangan ditengarai dipaksa menuliskan Taiwan sebagai wilayah China. Beijing secara berkala juga mengirimkan kapal dan jet tempur ke sekitar wilayah Taiwan dengan alasan latihan rutin.
Pernyataan Tsai dibuat menjelang pidato resmi Presiden China Xi Jinping untuk memperingati 40 tahun deklarasi politik pemicu ketegangan Beijing-Taipei sekarang. Deklarasi itu disebut Pesan kepada Kompatriot di Taiwan. Pada 1 Januari 1979, Beijing menawarkan penghentian bombardemen rutin terhadap Taiwan dan membuka dialog. Tawaran itu disampaikan setelah permusuhan puluhan tahun sejak Chiang Kai Sek kalah dalam perang saudara di China lalu lari ke Taiwan.
Kepala Kantor Urusan Taiwan pada Pemerintah China Liu Jieyi mengatakan bahwa Beijing tidak tertarik pada provokasi Taiwan. ”Meski ke depan bukan perjalanan yang mudah, kami yakin bisa mengatasi risiko dan tantangan,” ujarnya.
Perang Dingin
Secara terpisah, mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter mengingatkan dampak situasi Selat Taiwan pada tatanan global. Peringatan itu disampaikan kepada para pemimpin China dan AS.
”Jika pejabat tinggi mengikuti ide berbahaya ini, perang dingin baru antar-dua bangsa tidak terhindarkan. Di waktu sensitif ini, salah pengertian, salah perhitungan, dan kegagalan mengikuti panduan hubungan di kawasan, seperti Selat Taiwan dan Laut China Selatan, dapat menjadi konflik militer, menciptakan bencana global,” tulisnya dalam artikel di harian Washington Post.
Pada masa pemerintahan Carter, Washington memulihkan hubungan diplomatik dengan Beijing tahun 1979. Ia juga menemui pemimpin China kala itu, Deng Xiaoping, di Washington. Sebelumnya, dalam periode 1950-1979, Washington mengakui Taipei. Sampai sekarang, Washington masih mengoperasikan kantor penghubung di Taipei.
Sepanjang 2018, hubungan Beijing-Washington memanas, antara lain, karena Taiwan dan perang dagang. Meski mengakui Beijing, Washington tetap mendukung Taipei. Xi mengatakan, penting bagi AS-China meningkatkan koordinasi, kerja sama, dan stabilitas. Beijing sudah setuju menunda pengenaan bea masuk impor mobil AS. (AFP/REUTERS/RAZ)