LONDON, KAMIS Pemerintah Inggris meyakini, jika parlemen Inggris menolak kesepakatan Brexit yang telah ditandatangani dengan Uni Eropa, Inggris akan keluar dari UE tanpa kesepakatan.
Menteri Inggris Urusan Brexit Stephen Barclay dalam tulisannya di Daily Express, Kamis (3/1/2019), menyebutkan, pemungutan suara yang akan dilakukan parlemen sangat menentukan masa depan Inggris. Opsinya, apakah menerima kesepakatan yang sudah diperjuangkan Perdana Meneri Theresa May agar Inggris bisa keluar dengan teratur, atau menolak kesepakatan yang dampaknya menimbulkan ketidakpastian masa depan Inggris.
Direncanakan, pada 14 Januari, majelis rendah Inggris akan melakukan voting terhadap kesepakatan Inggris. PM May telah mengundurkan voting ini selama hampir sebulan karena ia memprediksi kesepakatan itu akan ditolak parlemen. May kemudian menemui para pemimpin UE di Brussels dan meminta agar UE ”merevisi” kesepakatan backstop perbatasan Irlandia Utara. Namun, UE menolak permintaan May.
Menurut rencana, pekan ini, Theresa May akan kembali menemui sejumlah pemimpin UE, di antaranya Ketua Dewan Eropa Donald Tusk, PM Belanda Mark Rutter, dan Kanselir Jerman Angela Merkel, untuk menegosiasikan kembali soal itu.
May sebelumnya mengimbau rakyat Inggris untuk melupakan perbedaan pasca-referendum 2016 dan bersama-sama melaksanakan Brexit dengan tetap menjalin hubungan yang kuat dengan UE.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt juga mengingatkan, Inggris akan tetap menjadi kekuatan global meskipun telah keluar dari UE. Sebab, Inggris merupakan kekuatan ekonomi kelima di dunia, memiliki intelijen yang diandalkan, pusat keuangan dunia, dan juga merupakan anggota tetap DK PBB. (AFP/REUTERS/MYR)