TAIPEI, SABTU Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada Sabtu (5/1/2019) menyerukan dukungan internasional untuk membela demokrasi dan cara hidup di Taiwan dalam menghadapi ancaman baru dari China. Penolakan China untuk berbicara dengan Pemerintah Taiwan dinilai Tsai adalah bagian dari ”kampanye yang disengaja” untuk merusak demokrasi di Taiwan.
Komentar Tsai muncul beberapa hari setelah Presiden China Xi Jinping mengatakan tidak ada yang bisa mengubah fakta bahwa Taiwan adalah bagian dari China dan orang-orang di kedua sisi Selat Taiwan harus mencari cara dalam sebuah proses ”penyatuan kembali” dalam Satu China.
”Kami berharap masyarakat internasional menanggapinya dengan serius serta dapat menyuarakan dukungan dan membantu kami,” kata Tsai kepada wartawan di Taipei, merujuk pada ancaman oleh China untuk menggunakan kekuatan guna membawa Taiwan di bawah kendalinya.
Menurut Tsai, jika komunitas internasional tidak mendukung negara demokratis yang berada di bawah ancaman, mungkin saja akan muncul tindakan serupa terhadap negara lain. ”Kita mungkin harus bertanya negara mana berikutnya itu,” kata Tsai.
Taiwan adalah masalah paling sensitif di China dan diklaim oleh Beijing sebagai wilayah yang penting dan bagian dari China. Xi telah meningkatkan tekanan pada negara pulau itu sejak Tsai yang berasal dari Partai Progresif Demokratik yang pro-kemerdekaan menjadi presiden pada 2016.
Presiden Xi pada Rabu (2/1) mengatakan, China memiliki hak untuk menggunakan kekuatannya untuk mengendalikan Taiwan. Namun, di sisi lain, Beijing akan berusaha mencapai ”reunifikasi” damai dengan Taiwan. Sebagai tanggapan, Tsai mengatakan, Taiwan tidak akan menerima solusi ”satu negara dua sistem” dengan China.
Tsai juga menekankan semua negosiasi di antara Taiwan dan China perlu dilakukan atas dasar satu pemerintah dengan pemerintah lain. Tsai pada Sabtu juga mendesak China memiliki ”pemahaman yang benar” tentang apa yang orang Taiwan pikirkan, katakan, sekaligus lakukan. Tsai menegaskan, intimidasi politik tidak membantu dalam hubungan Taiwan-China.
Tanpa opsi merdeka
Dalam pidato di Balai Besar Rakyat, Beijing, memperingati 40 tahun pernyataan bersejarah Beijing kepada Taipei, pekan lalu, Presiden Xi menegaskan tidak ada opsi kemerdekaan untuk Taiwan. Cepat atau lambat, Taiwan akan kembali bergabung dengan China. Beijing tidak akan memberi sedikit pun ruang untuk aktivis separatis kemerdekaan Taiwan.
Pada 1 Januari 1979, Beijing menawarkan dialog sebagai pengganti konfrontasi militer yang telah berlangsung puluhan tahun. Taiwan didirikan oleh petinggi Kuomintang yang setelah kalah perang saudara di China lari ke pulau yang kini dikenal sebagai Taiwan. ”China harus dan akan bersatu, syarat yang tidak terhindarkan demi pembaruan China di era baru,” ujar Xi (Kompas, 3/1/2019).
Xi menggambarkan penyatuan Taiwan dengan China daratan sebagai sesuatu hal yang ”tidak terhindarkan”. Secara meyakinkan, ia menegaskan kembali kesiapan Beijing untuk menggunakan kekuatannya jika perlu, terutama jika Taiwan mendeklarasikan kemerdekaannya secara formal.
Beijing di sisi lain secara sepihak memutuskan komunikasi dengan pemerintahan Tsai dan meningkatkan latihan militer di sekitar Taiwan dan ”merampas” beberapa sekutu diplomatik Taiwan.
Isu perpecahan adalah salah satu isu geopolitik yang dinilai mendalam dalam hubungan Taiwan-China. Amerika Serikat, misalnya, secara diplomatis mengakui China atas Taiwan, tetapi tetap menjadi sekutu politik dan militer paling setia bagi Taipei. Tsai mengatakan, uraian-uraian retorika China yang semakin kuat terhadap Taiwan adalah ujian apakah sekutu demokratis Taiwan akan melindungi dan saling melindungi masing-masing pihak.