Sebagian kegiatan pemerintahan AS masih terhenti sejak 22 Desember 2018. Sebanyak 800.000 pegawai pemerintah terpaksa dirumahkan sementara. Presiden Donald Trump masih tetap menolak meneken alokasi anggaran untuk berbagai departemen menjadi penyebab penghentian sebagian kegiatan pemerintahan.
Penyebabnya, pihak Demokrat tidak menyetujui dana 5,7 miliar dollar AS untuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko. Ini membuat Trump menyandera anggaran untuk departemen lain. ”Tak mau saya meneken jika di dalam anggaran tidak termasuk dana untuk pembangunan tembok,” demikian Trump mengulangi pernyataannya.
Isu tembok ini tak penting dan diskriminatif.
Isu tembok ini tak penting dan diskriminatif. Menyedihkan, Meksiko yang merupakan bagian dari kawasan perdagangan bebas Amerika Utara (beranggotakan AS, Kanada, dan Meksiko) ditemboki. Hal itu tidak berlaku untuk perbatasan AS-Kanada.
Jika AS khawatir dengan arus imigran ilegal dari Amerika Selatan, sebenarnya AS juga berutang budi dan terikat dengan Doktrin Monroe. Ini doktin yang dulu diperkenalkan pada era Presiden James Monroe pada 1823. Isinya lebih kurang kekuatan Eropa tidak boleh menjajah Amerika Latin, yang menjadi kekuasaan AS.
Terus berupaya
Trump pasti mengabaikan sejarah ini. Berbagai taktik terus dilakukan Trump untuk memaksa Demokrat menyetujui anggaran pembangunan tembok. Pada 6 Januari 2019, Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kirstjen Nielsen memberikan argumentasi betapa banyak upaya imigran ilegal terkait dengan narkoba ingin memasuki wilayah AS.
”Saya menolak fakta-faktamu,” demikian Nancy Pelosi, Ketua DPR AS (House of Representatives) langsung menyergap argumentasi Nielsen.
Harian The Washington Post pada 7 Januari bahkan menyebutkan sudah ada 7.600 pernyataan Trump yang salah atau susah diverifikasi kebenarannya. Namun, Trump kembali mencoba taktik baru. Dia sempat menegaskan akan menyatakan negara dalam keadaan darurat. Tujuannya, agar dana negara bisa dipakai untuk pembangunan tembok.
Wakil Presiden AS Mike Pence tampak menyadari hambatan ini dan menyebutkan Presiden Trump belum memutuskan langkah darurat. Hal itu memang tidak jadi dinyatakan Trump dalam pidato kenegaraannya pada hari Selasa (8/1/2019) di Gedung Putih.
Kubu Republikan dan Demokrat yang dimotori Pelosi terus berseteru. Selama biaya untuk pembangunan tembok tidak jelas, Trump sudah menyatakan rela pemerintahan AS berhenti hingga tahunan.
Trump kembali menyatakan penghentian pemerintahan adalah akibat ulah Demokrat. Pelosi telah menyebutkan tembok itu sebagai perbuatan tak bermoral dan tidak perlu. Berbagai media di AS sudah menuliskan, tembok tidak akan bisa mengatasi imigran ilegal atau perdagangan ilegal. Isu yang diembuskan Trump soal tembok, tidak benar.
Tambahan pula, Trump ngotot soal anggaran tembok sementara warga miskin AS tidak terlalu dia hiraukan. Negara sudah terlilit utang, Trump tetap memikirkan kenaikan anggaran, termasuk untuk tembok.
Bagaimana mengakhiri?
Bagaimana mengakhiri dan siapa yang akan menang? Situs CNN menyebutkan, 55 persen responden menyalahkan Trump dan Republikan di balik penghentian kegiatan pemerintahan. Sebanyak 35 persen menyalahkan Demokrat dan ini terutama muncul dari para pendukung Republikan.
Dengan demikian, tampaknya Trump harus menyadari kekalahannya. Akan tetapi, Trump bukan tipe orang yang mau mengalah walau salah ataupun tidak logis. Dia lebih memerlukan kepentingannya dan kelompoknya.
Maka, menjadi menarik untuk mengamati, bagaimana semua ini akan berakhir. Menarik untuk mengetahui siapa pemenangnya. Trump sudah menyiksa banyak pegawai pemerintahan AS dan tidak enggan sedikit pun dengan menyudutkan Demokrat di balik kemelut ciptaan Trump ini.
Menarik mengetahui, bagaimana cara Trump untuk menang atau mundur elegan. Ini yang belum pernah terjadi, melihat Trump mengalah. Kita tunggu saja drama di negara terbesar demokrasi di dunia ini. Para pihak di AS pun tidak memiliki solusi andal mengakhiri ini. (REUTERS/AP/AFP)