BRUSSELS, KAMIS -- Para pemimpin Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk memperpanjang tenggat pemberlakuan Brexit sebagai antisipasi kemungkinan kesepakatan Brexit yang diusulkan Perdana Menteri Theresa May ditolak parlemen Inggris.
Sejumlah narasumber kantor berita Reuters di Brussels menyebutkan, kemungkinan perpanjangan tenggat Brexit dari 29 Maret 2019 semakin besar setelah May terlihat kesulitan meyakinkan parlemen.
Dalam dua hari berturut-turut, May mengalami kekalahan di parlemen. Pertama, ia kalah 296-303 suara ketika parlemen meminta agar pemerintah menghindari ”Brexit tanpa kesepakatan” seandainya kesepakatan ditolak parlemen.
Kekalahan kedua adalah voting bahwa pemerintah harus menyiapkan alternatif ”Rencana B” dalam waktu tiga hari jika parlemen menolak kesepakatan. Voting berakhir dengan 308 suara berbanding 297 suara untuk kekalahan May.
Hal itu memberi tekanan politik yang semakin besar pada May. Sampai saat ini, May belum memperoleh jaminan tambahan dari UE terkait isi kesepakatan soal backstop Irlandia Utara yang dipermasalahkan parlemen. Persoalannya, Inggris harus memiliki alasan kuat agar UE mengabulkan perpanjangan tenggat Brexit, misalnya untuk percepatan pemilu atau referendum.
PM Belanda Mark Rutte, didampingi PM Jepang Shinzo Abe, yang sedang berkunjung ke Belanda, Kamis (10/1/2019), mengatakan, Jepang dan UE sedang bekerja keras mencegah Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan. Belanda saat ini juga sedang membahas isu itu bersama Perancis dan Jerman.
”Saat ini, saya bekerja keras dengan Jerman-Perancis untuk membantu PM May agar sukses dalam voting di parlemen pada 15 Januari,” kata Rutte.
Rute juga menegaskan, kesepakatan yang sudah ditandatangani merupakan yang terbaik dan telah mempertimbangkan keberatan-keberatan Inggris terkait masa depan perbatasan Irlandia.
Abe menyatakan agar Inggris meminimalkan dampak Brexit bagi ekonomi global. ”Kami berharap Brexit tanpa kesepakatan bisa dihindari dan Inggris bisa keluar dari UE dengan mulus,” kata Abe.
Percepatan pemilu
Krisis Brexit mendorong kubu oposisi memanfaatkan peluang politik. Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn akan menuntut percepatan pemilu jika parlemen menolak kesepakatan Brexit. ”Untuk memecah kebuntuan, pemilu bukan hanya solusi paling praktis, melainkan juga dramatis,” kata Corbyn.
Namun, Konservatif membalas dengan menyatakan, Corbyn tidak memiliki agenda Brexit. ”Mereka hanya bisa berargumen di publik untuk membuat frustrasi rakyat Inggris dan mendorong agar kembali ke referendum,” kata Brandon Lewis, pimpinan Konservatif.