KAIRO, KOMPAS Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo, Jumat (11/1/2019), tiba di Manama, Bahrain, sebagai persinggahan keempat dalam lawatannya di Timur Tengah setelah mengunjungi Jordania, Irak, dan Mesir.
Bahrain, mitra strategis AS di Timur Tengah, menyediakan fasilitas militer yang luar biasa bagi AS. Di negara itu terdapat Armada V dan sekitar 8.000 personel pasukan AS. Armada V AS, pangkalan Angkatan Laut AS terbesar di Timur Tengah dan kawasan Samudra Hindia, dibangun pasca-invasi Irak ke Kuwait pada 1990.
Pompeo, dalam pertemuan dengan Raja Bahrain Sheikh Hamad bin Isa al-Khalifa dan Menlu Bahrain Sheikh Khalid bin Ahmed al-Khalifa, menyampaikan strategi baru AS di Timur Tengah dengan fokus pada upaya membendung pengaruh Iran di kawasan.
Bahrain, negara berpenduduk mayoritas Syiah, dipimpin rezim monarki Sunni dan dikenal sangat anti-Iran.
Koalisi strategis
Sebelumnya, pada Kamis sore, Pompeo dalam pidato di Universitas Amerika di Kairo (AUC) menyampaikan, strategi baru AS di Timur Tengah dibangun melalui koalisi strategis yang menghimpun Mesir, Jordania, dan enam negara Arab Teluk (Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Kesultanan Oman).
Menurut Pompeo, tujuan membentuk koalisi strategis itu adalah menghadapi bahaya-bahaya yang mengancam AS dan para mitranya di Timur Tengah. Pompeo berkali-kali menyebut Iran sebagai ancaman utama, dan menyerukan para mitra AS di kawasan agar terus bekerja meredam aktivitas negatif Iran. ”Sudah tiba waktunya menghadapi para ayatollah,” kata Menlu AS itu.
Ia juga menyebut Iran ingin menguasai Timur Tengah, dan AS bertekad membersihkan pengaruh Iran di Suriah. Ia menegaskan, AS akan bekerja sama dengan para mitra strategisnya untuk dapat mengusir pasukan terakhir Iran dari Suriah.
Seperti dimaklumi, milisi dari Iran dan koalisinya, Hezbollah, mulai awal 2013 berbondong-bondong masuk Suriah untuk membantu rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad yang saat itu hampir ambruk. Berkat bantuan Iran, Hezbollah, serta kemudian Rusia pada akhir 2015, rezim Assad kini mampu menguasai kembali sebagian besar wilayah Suriah. Sebaliknya, pasukan oposisi Suriah terus terpuruk.
Pompeo juga menegaskan, AS tetap berkomitmen melanjutkan perang melawan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) meskipun AS telah mengumumkan menarik pasukannya dari Suriah. Ia menjelaskan, AS akan terus melancarkan serangan udara terhadap sasaran NIIS di mana pun sasaran itu muncul.
Pompeo secara tidak langsung mengkritik kebijakan mantan Presiden AS Barack Obama di Timur Tengah yang cenderung mengabaikan bahaya gerakan radikal sehingga membuka peluang bagi Iran, Hezbollah, dan NIIS semakin mengembangkan pengaruh. Seperti dimaklumi, Obama juga menyampaikan pidato dari Universitas Kairo pada 2009 tentang lembaran baru hubungan AS dan dunia Islam.
Mantan Menlu Mesir Nabil Fahmi mengatakan, pidato Pompeo sangat menitikberatkan isu keamanan, radikalisme, dan terorisme, serta bahaya pengaruh Iran. Masih harus ditunggu, kata Fahmi, apa yang akan dilakukan AS di lapangan terkait aksi melawan radikalisme dan pengaruh Iran.
Ia mengkritik Pompeo yang dalam pidatonya tidak menyebut sama sekali isu Palestina dan proses perdamaian Timur Tengah. Menurut Fahmi, kini sangat sulit berharap akan ada kemajuan dalam proses perdamaian Timur Tengah di tengah sibuknya AS membendung pengaruh Iran.