YANGON, JUMAT —Upaya banding yang diajukan dua wartawan kantor berita Reuters di Myanmar kandas. Pengadilan tinggi di Yangon, Jumat (11/1/2019), menyatakan bahwa Wa Lone (32) dan Kyaw Soe Oo (28) tetap dihukum tujuh tahun penjara.
Hakim Aung Naing mengatakan, putusan pengadilan sebelumnya sudah sesuai dengan ketentuan. Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditahan pada 12 Desember 2017 setelah diajak makan oleh polisi. Keduanya dituduh melanggar Undang-Undang Rahasia Pejabat. Menurut pengadilan, saat ditangkap, mereka memegang dokumen rahasia yang seharusnya terlarang mereka miliki.
Padahal, menurut Kapten Moe Yan Naing, polisi yang dihadirkan sebagai saksi oleh pengacara dua wartawan, dirinya diperintah oleh beberapa atasannya untuk menjebak kedua wartawan itu dengan menyelipkan dokumen-dokumen tersebut pada keduanya. Setelah kesaksian itu, Kapten Naing dicopot dari kesatuannya dan dipenjara setahun karena dinilai melanggar aturan polisi.
Ketika hakim membacakan putusan dalam sidang kemarin, kedua terdakwa tidak hadir. Pengacara mereka, Than Zaw Aung, mengatakan, timnya akan mendiskusikan opsi yang akan ditempuh. ”Kami sangat kecewa dengan putusan ini,” katanya. Pihak terdakwa mempunyai waktu 60 hari untuk mengajukan kasasi atau tidak.
Kedua istri terdakwa menangis mendengar vonis yang dijatuhkan atas suami mereka. ”Saya tadinya yakin mereka hari ini akan menghirup udara bebas,” kata istri Kyaw Soe Oo.
Pemimpin Redaksi Reuters Stephen J Adler menyatakan kekecewaannya. ”Putusan pengadilan hari ini merupakan bentuk ketidakadilan lain di antara sekian banyak yang menimpa Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. Mereka tetap di dalam jeruji untuk satu alasan: mereka yang berkuasa ingin membungkam kebenaran,” kata Adler.
Kuat dugaan, penangkapan itu terkait dengan investigasi yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Wa Lone dan Kyaw Soe Oo antara lain pernah menulis tentang kekejaman di desa Inn Din, Negara Bagian Rakhine. Akibat laporan ini, tujuh tentara dihukum hingga 10 tahun penjara dan kerja paksa.
Kecaman Eropa
Duta Besar Uni Eropa untuk Myanmar Kristian Schmidt, yang hadir di persidangan, menyatakan, pengadilan tinggi menyia-nyiakan kesempatan untuk mengoreksi kekeliruan yang dilakukan pengadilan sebelumnya terhadap dua jurnalis. ”Ini menimbulkan keraguan serius terhadap kebebasan peradilan Myanmar dan untuk masyarakat dalam memperoleh informasi dan mempelajari kebenaran,” katanya.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt menyatakan kekhawatirannya terhadap proses peradilan. Dia mendesak Aung San Suu Kyi meneliti apa yang terjadi dalam proses peradilan terhadap dua jurnalis tersebut.
Myanmar menjadi sorotan dunia terkait dengan kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan militer terhadap warga Rohingya di Rakhine. Sejak Agustus 2017, lebih dari 720.000 warga terpaksa melarikan diri ke Bangladesh. PBB bahkan menyebut tindakan kekerasan yang dilakukan militer Myanmar sebagai bentuk genosida.