Sejak raja terakhirnya, Mohammed Zahir Shah, digulingkan pada Juli 1973, Afghanistan dilanda konflik bersenjata. Berselang 45 tahun sejak kudeta itu, belum ada tanda-tanda Afghanistan akan dijauhi perang.
Shah digulingkan sepupunya, Mohammed Daoud Khan. Setelah kudeta, Khan mengubah Afghanistan menjadi republik dan menobatkan dirinya sebagai presiden. Belum genap 5 tahun berkuasa, Khan dikudeta kelompok pimpinan Nur Taraki pada April 1978. Khan dan hampir seluruh keluarganya tewas pada Oktober 1978.
Setelah Khan tewas bukan berarti Taraki bisa tenang berkuasa. Ia menghadapi pemberontakan, salah satunya oleh kelompok Mujahidin.
Taraki didukung Uni Soviet, Mujahidin didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara lain. Mendiang Marsekal Muda (Purn) Teddy Rusdy dalam buku Think Ahead, 70 Tahun Teddy Rusdiy menceritakan dukungan Indonesia kepada Mujahidin. Bersama sejumlah negara lain, Indonesia menyelundupkan senjata untuk Mujahidin pada 1983.
Perdamaian
Belasan tahun setelah keterlibatan rahasia itu, pada Mei 2018 Indonesia menyelenggarakan pertemuan trilateral ulama Indonesia-Afghanistan-Pakistan di Bogor.
Wakil Menlu RI Abdurrahman Mohammad Fachir menyebut ulama dan cendekiawan Muslim berperan penting dalam mempromosikan toleransi dan perdamaian.
”Dialog ini menjadi wahana untuk bertukar pandangan tentang keberagaman dan harmoni,” ujarnya, kala itu.
Pertemuan itu antara lain diikuti perwakilan Majelis Tinggi untuk Perdamaian (HPC) Afghanistan. Ketua HPC Karim Khalili mengatakan, salah satu penyebab konflik berkepanjangan di Afghanistan adalah pemahaman ekstrem atas Islam. Kondisi itu digabung dengan penyebaran radikalisme.
Karena itu, ia mendukung Indonesia menyebarkan citra positif tentang pemahaman keagamaan yang damai. Indonesia dianggap punya modal karena berstatus negara berpenduduk mayoritas Muslim dan puluhan tahun dalam kondisi damai.
Dalam naskah Deklarasi Bogor, ulama didorong menyemai perdamaian dan mendorong terciptanya suasana kondusif bagi perdamaian di negara-negara Islam, khususnya di Afghanistan.
Dialog itu menghasilkan Deklarasi Bogor yang memuat sejumlah isu. Dalam naskah deklarasi tertulis, ulama didorong menyemai perdamaian dan mendorong terciptanya suasana kondusif bagi perdamaian di negara-negara Islam, khususnya di Afghanistan.
Mereka berkomitmen mendorong pihak-pihak yang bertikai di Afghanistan duduk bersama, bermusyawarah membahas upaya damai. Mereka sepakat terorisme dalam bentuk apa pun, termasuk kekerasan terhadap warga sipil dan bom bunuh diri, bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Peran AS
Upaya damai Afghanistan membutuhkan kerja sama banyak negara. AS termasuk yang dibutuhkan. Afghanistan adalah perang terlama AS di luar negeri.
AS sudah terlibat dalam perang Afghanistan-Uni Soviet. Lewat operasi Angin Puyuh, Washington menghabiskan miliaran dollar AS untuk membantu Mujahidin. Keterlibatan AS tak lepas dari peran Charles Wilson, anggota DPR, sekaligus kongres AS, dari Texas. Keterlibatannya antara lain terungkap di buku Charlie Wilson’s War: The Extraordinary Story of the Covert Operation that Changed the History yang disusun George Crile. Buku itu mencatat operasi Angin Puyuh sebagai operasi rahasia terlama AS di luar negeri.
Namun, setelah AS dan sekutunya mengerahkan ratusan ribu prajurit dan persenjataan, Taliban tetap bertahan. Desember 2018, Presiden AS Donald Trump memutuskan separuh pasukan AS keluar dari Afghanistan.
Seiring dengan itu, AS mengirim utusan khususnya, Zalmay Khalilzad, berbicara dengan berbagai pihak, mendorong solusi damai untuk Afghanistan.
Meskipun dalam pertemuan keempat Taliban menolak hadir karena AS mensyaratkan keterlibatan Pemerintah Afghanistan, jalan menuju perdamaian tidak sepenuhnya tertutup. Dibutuhkan kesediaan dan keterlibatan banyak pihak untuk mendorong solusi damai.