CANBERRA, SELASA Perdana Menteri Australia Scott Morrison berkunjung ke Vanuatu dan Fiji. Lawatan tersebut menunjukkan Australia semakin memberikan perhatian terhadap negara-negara Pasifik Selatan. Ditengarai, langkah itu diarahkan untuk menyikapi berkembangnya pengaruh China di kawasan tersebut.
PM Morrison dijadwalkan berangkat ke Vanuatu pada hari Rabu (16/1/2019) sebelum melanjutkan perjalanan ke Fiji, Jumat (18/1). Morrison akan menjadi PM pertama yang berkunjung ke Vanuatu dalam sekian dekade. Bahkan, Morrison akan menjadi PM Australia pertama yang datang ke Fiji.
Anne Ruston, menteri yunior yang bertanggung jawab untuk pembangunan internasional dan Pasifik, mengatakan, perjalanan Morrison akan fokus pada masalah kemitraan keamanan, ekonomi, dan kebudayaan. Sejauh ini, Australia merupakan mitra dagang dan pemberi bantuan terbesar bagi negara-negara Pasifik.
Namun, pengaruh Australia dalam beberapa tahun belakangan memudar. Seiring dengan itu, China, yang belakangan datang, memberi pengaruh kuat di negara-negara pulau tersebut.
Morrison, yang diangkat menjadi PM pada Agustus tahun lalu itu, menjanjikan menempatkan lebih banyak diplomatnya di Pasifik. Di bidang investasi, dia juga menyatakan komitmennya meningkatkan penanaman modal di sana. Tidak hanya itu, Australia bahkan akan melakukan kerja sama keamanan dan mengembangkan pangkalan militer di Papua Niugini.
Rasa panik
Analis Jenny Hayward-Jones dari Lowy Institute menggambarkan langkah yang dilakukan PM Morrison, dengan mengunjungi negara Pasifik, tersebut sebagai bentuk kepanikan Canberra. ”Meningkatnya pengaruh China di wilayah itu kini mengancam kepentingan Australia,” kata pakar tersebut.
Koran Daily Post yang terbit di Vanuatu melaporkan, salah satu topik yang akan diangkat dalam kunjungan tersebut adalah soal keamanan. Morrison diduga membuka sekolah pelatihan polisi yang pendiriannya dibantu Australia. ”Kami mempunyai kerja sama lebih besar dalam bidang kepolisian,” tulis harian itu, Selasa.
Kendati hanya merupakan pulau kecil dengan populasi seperempat juta jiwa, secara geopolitik dan keamanan posisi Vanuatu cukup strategis. Pejabat Australia dan Amerika Serikat yakin pembangunan dan investasi China di pulau ini tidak sekadar untuk kepentingan ekonomi, tetapi pada akhirnya akan membangun pangkalan militer.
Fasilitas militer tersebut secara dramatis akan mengubah keseimbangan kekuatan di Pasifik. Washington dan Canberra, yang selama ini fokus ke negara-negara di timur laut, kembali mempertimbangkan postur kekuatan ini.
Para pemimpin negara-negara Pasifik sangat menyadari adanya keinginan baru tersebut dan mereka berupaya memanfaatkan persaingan kekuatan untuk mendapatkan konsesi dan investasi. (AFP/RET)