KAIRO, KOMPAS— Impian Turki membangun zona aman di sepanjang perbatasan Turki-Suriah akhirnya bakal terwujud. Juru bicara Kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin, Rabu (16/1/ 2019), seperti dikutip televisi Al Jazeera, menegaskan, zona aman yang akan dibangun harus di bawah kontrol Turki, bekerja sama dengan kekuatan lokal Suriah.
Kalin juga menyampaikan, zona aman itu harus bersih dari pasukan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad dan kelompok teroris, seperti milisi Kurdi dari Unit Pelindung Rakyat (YPG) dan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Sebelumnya, Selasa (15/1), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, di depan parlemen dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa di Turki, mengungkapkan, pembangunan zona aman itu merupakan kesepakatan dari pembicaraan lewat lewat telepon antara dirinya dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Senin. Zona aman yang disepakati itu, kata Erdogan, sejauh 20 mil (32 kilometer) dan mungkin masih bisa diperpanjang lagi.
Menurut lembaga Pemantau HAM di Suriah (SOHR) yang berbasis di London, seperti dikutip harian Asharq al-Awsat, zona aman yang disepakati Erdogan-Trump itu akan memanjang dari kota Manbij hingga perbatasan Suriah-Irak dan akan disebut wilayah administrasi independen.
Zona aman itu akan terbagi dua wilayah yang semuanya di bawah pengawasan Turki. Wilayah zona aman pertama memanjang dari kota Manbij di barat hingga sekitar kota Kobane di timur. Zona ini akan dikendalikan kubu oposisi Suriah dari Dewan Nasional Suriah (SNC), dan keamanannya dikontrol pasukan Turki.
Wilayah zona aman kedua memanjang dari dalam kota Kobane di barat hingga Provinsi Hassakeh di perbatasan Suriah-Irak. Wilayah ini secara administratif akan dikontrol Dewan Nasional Kurdi (KNC) Suriah dan keamanannya akan dikendalikan Peshmerga, milisi Kurdi dari Irak. Di zona aman kedua itu, Turki hanya mempunyai hak mengawasi.
Adapun milisi YPG, yang kini bercokol di kota Manbij, Kobane, dan Provinsi Hassakeh, akan mundur ke selatan hingga Provinsi Raqqa dan Deir el Zor agar jauh dari wilayah zona aman yang dikontrol Turki.
Kesepakatan zona aman itu merupakan kompromi AS-Turki untuk mencegah Turki melancarkan serangan ke wilayah sebelah timur Sungai Eufrat guna mengejar milisi YPG yang dinyatakan sebagai teroris. Turki beberapa pekan terakhir ini memobilisasi kekuatan militernya di Provinsi Hatay yang berbatasan dengan Provinsi Idlib (Suriah) dan Provinsi Gaziantep yang berbatasan dengan Provinsi Aleppo (Suriah).
Namun, kesepakatan zona aman itu ditolak Kurdi Suriah. Pemimpin senior politik Kurdi Suriah, Aldar Khalil, mengatakan, Kurdi akan menerima jika zona aman itu dikontrol pasukan PBB. ”Pilihan-pilihan lain tidak diterima karena mereka melanggar kedaulatan Suriah dan kedaulatan wilayah otonomi kami,” kata Khalil kepada kantor berita AFP.
Erdogan, seperti dilansir kantor berita Turki, Anadolu, berencana mengunjungi Moskwa, 23 Januari, untuk menemui Presiden Rusia Vladimir Putin guna meminta dukungan atas zona aman di Suriah yang sudah diusulkan sejak 2015 kepada pemerintahan Presiden AS Barack Obama untuk menampung pengungsi Suriah yang kini berada di kamp-kamp pengungsi di Turki. Obama saat itu menolak usulan Turki.