Guterres: Penentang Globalisme Tak Seharusnya Dicap Populis
Oleh
Benny Dwi Koestanto/Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
DAVOS, JUMAT — Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, Kamis (24/1/2019), di Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di Davos, Swiss, menegaskan, para penentang globalisme tidak seharusnya dicap sebagai ”nasionalis atau populis atau apa pun”. ”Kita perlu menunjukkan kepada mereka bahwa kita peduli,” katanya.
Guterres menawarkan pesan inklusi kepada mereka yang berada di ”Rust Belts” di seluruh dunia bahwa ketidakamanan akibat hilangnya pekerjaan dan mata pencarian memerlukan perhatian yang lebih banyak. Selama bertahun-tahun, lembaga politik dan organisasi internasional mengabaikan mereka,” katanya, seperti dilaporkan Associated Press, Jumat (25/1/2019).
”Rust Belts” adalah sebutan untuk tempat-tempat di kawasan Barat Tengah (Midwest) dan Danau-danau Besar di Amerika Serikat yang mengalami deindustrialisasi atau kemunduran ekonomi.
Di wilayah-wilayah itu juga terjadi penurunan jumlah penduduk dan kehancuran wilayah perkotaan akibat penyusutan sektor industri yang pernah menjadi tulang punggung ekonomi utama kawasan tersebut. Kini sebutan itu dimaknai untuk kawasan lain di berbagai belahan dunia.
Komentar Gutteres di Forum Ekonomi Dunia itu adalah upaya terbarunya untuk mengatasi atas meningkatnya gerakan populis dan nasionalis di banyak bagian dunia yang telah membayangi gerakan multilateral atau globalis dalam beberapa tahun terakhir.
China dan Jerman sehari sebelumnya tampil membela kerja sama global melawan godaan populisme di forum yang sama. Konteks meningkatnya populisme yang muncul setahun lalu setelah kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dipertegas lagi oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam forum itu tahun ini.
Perlambatan perekonomian global dikhawatirkan terjadi dan memuncak dengan perang dagang yang dilancarkan AS, khususnya terhadap China. ”Perekonomian China dan AS saling membutuhkan sehingga hubungan kedua negara harus saling menguntungkan,” kata Wakil Presiden China Wang Qishan.
Pernyataan tersebut disambut antusias para hadirin dengan bertepuk tangan meriah. ”Ini adalah kenyataan, tidak ada pihak yang dapat melakukannya tanpa pihak lain,” katanya.
Konferensi tahunan di resor ski Alpine itu pada awalnya diharapkan menjadi jalan keluar untuk pembicaraan antara AS dan China, dengan ”digelarnya” gencatan senjata 90 hari yang akan berakhir pada 1 Maret 2019.
Namun, Trump membatalkan perjalanan kembali ke Davos karena penutupan layanan pemerintah dan tidak adanya delegasi AS yang lumayan besar telah dirasakan di Forum Ekonomi Dunia itu.
Kanselir Jerman Angela Merkel juga membela kerja sama antarnegara. Ia berbicara sehari setelah Presiden Brasil Jair Bolsonaro. Presiden Brasil itu dalam pidatonya juga bersikeras mendukung kekuasaannya dengan garis populis yang tegas.
”Ada (di dunia) arus yang mengatakan bahwa saya pertama-tama akan mengurus kepentingan saya sendiri dan pada akhirnya semua orang akan baik-baik saja,” kata Merkel. ”Namun, saya sangat meragukan hal itu.”
Trump telah menarik diri dari kesepakatan Paris tentang perubahan iklim dan menyerang lembaga-lembaga internasional seperti NATO, Uni Eropa, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun, Merkel, yang tumbuh di bawah pemerintahan komunis di bekas Jerman Timur, mengatakan, ”Saya berdiri di hadapan Anda sebagai seseorang yang menghargai institusi multilateral.”
Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan, Eropa, Jepang, dan AS harus ”bergabung” untuk meninjau aturan perdagangan bebas. ”Saya meminta semua orang untuk membangun kembali kepercayaan pada sistem perdagangan internasional,” katanya di forum itu.
Para pemimpin Eropa secara keseluruhan datang ke Davos di bawah awan Brexit, dengan rencana Inggris untuk bercerai dari Uni Eropa yang diblokir di parlemen. Perdana Menteri Theresa May menarik diri dari konferensi untuk menangani Brexit seperti halnya ketua negosiator Uni Eropa, Michel Barnier.
Sekretaris Perdagangan Internasional Inggris Liam Fox datang untuk meyakinkan investor tentang masa depan Inggris pasca-Brexit. Ia berupaya mengabaikan pernyataan perusahaan, seperti Sony dan Dyson, yang merelokasi usaha mereka di luar Inggris. Fox menyatakan bahwa Inggris selalu terbuka untuk berbisnis sekaligus tujuan yang menarik untuk berbisnis. (AP/AFP/REUTERS)