Kubu Bertikai Bertemu Ketiga Kalinya Membahas Gencatan Senjata
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
ADEN, SENIN — Dua pihak yang bertikai di Yaman bertemu di atas sebuah kapal di Laut Merah di bawah koordinasi perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Minggu (3/1/2019). Mereka didesak untuk kembali meneruskan gencatan senjata dan membuka jalan bagi bantuan kemanusiaan di kota Pelabuhan Hodeidah.
Gencatan senjata yang telah disepakati di Swedia pada Desember 2018 sempat terhenti. PBB minta dua kubu yang terlibat perang saudara di Yaman untuk mematuhi kesepakatan demi mulusnya aliran bantuan kemanusiaan ke wilayah yang terjebak perang, termasuk di Hodeidah.
PBB mengawasi pelaksanaan gencatan senjata dan penarikan pasukan dari Hodeidah yang menjadi titik masuk utama mayoritas barang impor ke Yaman. Harapannya, ini bisa menjadi awal dicapainya solusi atas konflik yang sudah berlangsung selama empat tahun.
Pihak yang bertikai seharusnya sudah menarik mundur pasukannya pada 7 Januari 2018 untuk mencegah serangan penuh terhadap Hodeidah. Namun, upaya itu tidak terwujud. Pemberontak Houthi yang didukung Iran dan Pemerintah Yaman yang didukung Arab Saudi tidak mencapai kata sepakat soal siapa yang akan menguasai kota dan pelabuhan. Mereka saling tuding melanggar gencatan senjata.
Pertemuan hari Minggu itu merupakan pertemuan yang diadakan oleh Komite Koordinasi Pemindahan (RCC) yang ketiga kalinya sejak RCC terbentuk pada Desember lalu. Komite yang di dalamnya juga duduk perwakilan kelompok yang berseteru dipimpin oleh perwakilan PBB.
Pertemuan diadakan di atas kapal karena rencana semula untuk menggelar pertemuan di daerah yang dikuasai oleh pasukan koalisi gagal. Kelompok Houthi menolak melintasi garis depan. Adapun dua pertemuan sebelumnya diadakan di wilayah kekuasaan Houthi. Setelah itu, perwakilan PBB yang ditugaskan untuk mengawasi kesepakatan, Patrick Cammaert, harus bolak-balik di antara kedua belah pihak yang bertikai.
Kapal menjemput delegasi Pemerintah Yaman di sebuah titik di lepas pantai Laut Merah sebelum berlayar ke Hodeidah untuk menjemput delegasi Houthi. Juru bicara delegasi Pemerintah Yaman di RCC, Sadiq Dweid, mengatakan, dalam pertemuan itu, komite telah membahas usulan Cammaert soal penarikan pasukan. ”Pertemuan akan berlanjut,” ujarnya.
Gencatan senjata telah berlangsung di mayoritas wilayah Hodeidah. Namun, bentrokan meningkat dalam beberapa minggu terakhir. Utusan PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, mendesak semua pihak untuk menurunkan ketegangan. Selain itu, kekerasan di daerah lain di luar kesepakatan pun terus terjadi.
Konflik di Yaman yang dilihat sebagai perang antara Arab Saudi dan Iran telah macet dalam kebuntuan militer selama bertahun-tahun. Koalisi Muslim Sunni Arab pimpinan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mengintervensi Yaman tahun 2015 untuk memulihkan pemerintahan Mansour Hadi yang digulingkan di ibu kota Sanaa oleh kelompok Houthi pada akhir 2014.
Pemberontak Houthi (Al-Houthi), yang menyatakan diri menjalankan revolusi melawan korupsi, menguasai mayoritas pusat kota di negara termiskin di Semenanjung Arab itu. Sementara pemerintahan Hadi mengendalikan bagian selatan Pelabuhan Aden serta sejumlah kota di pesisir.
Konflik tersebut telah memicu krisis kemanusiaan terburuk. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan sekitar 10.000 orang tewas sejak 2015, sementara kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa jumlahnya bisa lima kali lipat dari itu. Jutaan warga rentan kelaparan.
Paus Fransiskus mengatakan, dirinya mengikuti krisis kemanusiaan di Yaman dengan penuh kekhawatiran. Ia mendesak semua pihak untuk menghormati perjanjian internasional dan memastikan kebutuhan makanan warga Yaman yang menderita tercukupi. (REUTERS/AFP)