JAKARTA, KOMPAS—Negosiasi Kerja Sama Ekonomi Regional Komprehensif atau Regional Comprehensive Economic Partnership ditargetkan selesai pada tahun ini setelah target tahun 2018 tidak terealisasi. Untuk itu, ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Negosiasi Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan sekaligus Ketua Komite Negosiasi RCEP Iman Pambagyo dalam diskusi publik di Foreign Policy Community of Indonesia di Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Iman mengatakan, dirinya optimistis negosiasi RCEP selesai pada tahun ini. Sebab, di tingkat pimpinan negara anggota, negosiasi RCEP sudah ada komitmen yang kuat. Dinamika politik internal di setiap negara pun tidak akan dibiarkan menjadi alasan penghambat negosiasi RCEP. ”Kita tidak ingin isu pemilu atau politik internal jadi alasan,” katanya.
Beberapa tantangan yang perlu diatasi adalah adanya isu atau ambisi dari negosiasi kerja sama yang lain yang terbawa dalam negosiasi RCEP. Perubahan pimpinan nasional atau menteri terkadang juga memperlambat proses negosiasi.
Selain itu, ada juga tantangan yang sifatnya lebih teknis, misalnya tidak semua negara yang tergabung dalam perjanjian perdagangan bebas ASEAN (FTA) memiliki hubungan bilateral yang sama dengan negara lain di luar ASEAN FTA. Persoalan itu harus terlebih dahulu dicarikan solusinya.
Masalah kesenjangan
Lebarnya kesenjangan ekonomi antarnegara yang ikut berpartisipasi dalam negosiasi juga menjadi tantangan.
ASEAN yang diharapkan memiliki satu sikap pun kenyataannya sulit terwujud karena kondisi ekonomi negara ASEAN yang sangat beragam. Belum lagi dalam negosiasi ada negara dengan kekuatan ekonomi besar di Asia, seperti Jepang dan China,
RCEP merupakan kerja sama perdagangan yang terdiri atas 16 negara, di dalamnya termasuk negara anggota ASEAN ditambah enam negara di luar ASEAN, yaitu Jepang, China, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan India.
Ruang lingkup yang dinegosiasikan di antara negara peserta mencakup akses pasar, regulasi, dan kerja sama. Ke depan, RCEP diharapkan menjadi blok kerja sama ekonomi terbesar yang meliputi 3,5 miliar populasi dunia dengan kekuatan produk domestik bruto mencapai 22,4 triliun dolar AS.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Antonio Morato Tavares menyadari, perbedaan kondisi ekonomi negara peserta yang lebar akan menjadi tantangan tersendiri. Namun, ia optimistis RCEP selesai pada tahun ini. Sebab, itu yang menjadi keinginan semua negara ASEAN. ”Mungkin sekitar 85 persen sebenarnya sudah selesai dibahas,” ujar Jose.
Menurut Jose, Indonesia harus bisa memanfaatkan RCEP dengan menyiapkan daya saing pelaku usaha dalam negeri agar bisa memanfaatkan peluang ini. (ADH)