Al-Omar, Minggu Upaya menyudahi perlawanan Negara Islam di Irak dan Suriah yang saat ini bertahan di kantong terakhir mereka terhambat. NIIS disebutkan menggunakan lebih dari 1.000 warga sipil yang terjebak di Baghouz, Provinsi Deir el-Zour, sebagai perisai hidup.
Juru bicara Pasukan Demokratik Suriah (SDF), Musthafa Bali, mengatakan, NIIS telah mencegah warga sipil melarikan diri. NIIS, kata Bali, menutup semua jalan keluar. Para pejabat SDF mengatakan, anggota NIIS bersembunyi di antara warga sipil di Baghouz serta bersembunyi di terowongan dan goa yang mereka buat.
Menurut SDF, sebagian besar anggota NIIS yang masih bertahan di Baghouz adalah kombatan asing. Mereka bertahan di wilayah seluas kurang dari 1 kilometer persegi. Musthafa Bali mengatakan, SDF berhasil menangkap beberapa kombatan yang berupaya melarikan diri. Mereka berada di antara warga sipil yang tengah mengungsi.
”Warga sipil yang melarikan diri melaporkan ISIS menggunakan mereka sebagai perisai manusia dan membunuh warga sipil tak berdosa untuk mengintimidasi yang lain dari upaya untuk pergi,” kata Sean Ryan, juru bicara pasukan koalisi.
Meskipun demikian, serangan udara koalisi dan tekanan pasukan darat atas posisi NIIS di Baghouz sesekali dilakukan. Pasukan gabungan menembakkan peluru-peluru artileri ke sejumlah titik untuk membersihkan ranjau darat. Langkah itu diambil untuk memudahkan langkah maju pasukan SDF.
Seorang komandan pasukan SDF, Ciya Furat, mengatakan, akhir NIIS sudah dekat. ”Kami akan segera membawa kabar baik ke seluruh dunia,” uajr Ciya Furat saat menggelar konferensi pers di Ladang Minyak Al-Omar yang berjarak puluhan kilometer dari Baghouz.
Ancaman
Namun, di sisi lain, para ahli dan pejabat pertahanan Amerika Serikat memperingatkan, banyak anggota NIIS yang masih berpotensi menjadi ancaman besar dan bisa berkumpul kembali dalam waktu enam bulan jika tekanan atas mereka kendur.
Kekalahan NIIS dinilai belum mengakhiri ancaman yang dapat mereka timbulkan kembali di wilayah Irak dan Suriah.
Setelah kehilangan banyak wilayah yang sebelumnya mereka kuasai, NIIS beralih ke taktik gerilya. Salah satu target mereka adalah melemahkan Pemerintah Irak di Baghdad.
Dalam beberapa waktu terakhir, mereka juga melakukan sejumlah serangan bom di Suriah timur laut yang dikuasai SDF, termasuk serangan yang menewaskan empat personel AS, sekitar satu bulan lalu.
Serangan tersebut terjadi setelah Presiden AS Donald Trump berjanji untuk menarik mundur pasukan AS dan mengatakan bahwa NIIS telah dikalahkan.
Pasukan SDF berulang kali telah meminta agar negara- negara asal kombatan asing segera mengambil warga mereka karena SDF tidak akan mampu menahan mereka dalam waktu lama. Namun, banyak negara Barat enggan melakukannya. Pada Minggu pagi, Presiden Trump menyerukan agar sekutunya di Eropa bersedia membawa pulang warga negara mereka.
”Kekhalifahan siap untuk jatuh,” kata Trump di Twitter. ”Amerika Serikat meminta Inggris, Perancis, Jerman, dan sekutu Eropa lainnya untuk mengambil kembali lebih dari 800 kombatan NIIS yang kami tangkap di Suriah dan mengadili mereka,” kata Trump.
Trump menegaskan, AS tidak ingin menyaksikan kombatan NIIS itu menyebar ke Eropa. Selama sekitar 2 minggu, pemerintahan Trump telah mendorong sekutunya membawa pulang warganya, dan AS mengatakan siap membantu dalam pemulangan. Begitu koalisi pimpinan-AS menyatakan telah mengambil semua wilayah IS, Gedung Putih diperkirakan menarik pasukan Amerika.
Ketika itu terjadi, risikonya tinggi, yaitu kombatan akan luput dari kendali SDF dan menimbulkan ancaman baru.
Beberapa negara, termasuk Perancis, yang telah memilih membiarkan anggota NIIS yang berasal dari negara mereka dalam penahanan SDF sekarang menghadapi teka-teki diplomatik, hukum, politik dan logistik.
(AP/AFP/Reuters/JOS)