Demikian benang merah kuliah umum Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Jumat (22/2/2019).
Luhut menegaskan, Poros Maritim Dunia adalah cetak biru upaya memperkuat DNA Indonesia sebagai bangsa maritim yang inovatif. Dalam Buku Putih Diplomasi Maritim Indonesia 2019 disebutkan, terdapat empat sasaran diplomasi maritim Indonesia, yakni perlindungan kedaulatan wilayah laut Indonesia, tercapainya kesejahteraan masyarakat dan keterhubungan antarwilayah, stabilitas kawasan, dan penguatan kapasitas nasional.
Terkait sasaran pertama, Luhut menegaskan, Indonesia tak ingin kehilangan wilayah lautnya seperti dulu ketika Pulau Sipadan dan Ligitan lepas. Untuk mempertahankan kedaulatan lautnya, Indonesia memperkuat alutsista lautnya. Untuk itu, anggaran pertahanan naik bertahap. ”Kita tak mau beli alat bekas,” katanya.
Kepala Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS Shafiah Muhibat mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, diplomasi maritim Indonesia menunjukkan penguatan fokus. Contohnya, dalam pembahasan batas-batas maritim yang menjadi bagian dari kedaulatan Indonesia sebagai negara maritim.
Perundingan batas maritim bersama dengan 10 negara, antara lain Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, dan Australia, berjalan intensif, bahkan sudah ada yang selesai.
Namun, dalam hal lain, Indonesia dinilai belum maksimal memanfaatkan potensinya sebagai negara maritim dalam hubungan internasional. Misalnya, sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia belum memanfaatkan maksimal sumber kekayaan laut dalam konteks keseimbangan perdagangan dengan negara lain. Selain itu, konektivitas antarwilayah masih perlu diperkuat sehingga bisa menempatkan Indonesia sebagai hub di kawasan. (ADH)