LONDON, KAMIS— Uni Eropa dan Inggris gagal menemukan solusi bagi revisi kesepakatan Brexit. Meskipun tenggat Brexit hanya tinggal tiga pekan, sampai saat ini masih belum jelas apakah Inggris akan keluar dari Uni Eropa dengan kesepakatan atau tidak.
Juru runding UE, Michel Barnier, yang melakukan negosiasi dengan Jaksa Agung Inggris Geoffrey Cox di Brussels, menyatakan, perundingan tetap buntu. ”Meskipun berlangsung dalam suasana konstruktif, perundingan berjalan sulit. Belum ada solusi yang bisa konsisten dengan kesepakatan Brexit,” kata jubir UE, Margaritis Schinas.
Cox juga menyatakan bahwa pertemuannya dengan Barnier berlangsung ”keras”, istilah yang biasa digunakan untuk suasana yang penuh dengan saling tak setuju dari kedua pihak. Cox mengatakan, telah ada sejumlah proposal yang diajukan dan kedua pihak akan kembali bertemu secepatnya.
Inggris akan keluar dari blok Uni Eropa pada 29 Maret, tetapi parlemen Inggris pada Januari lalu menolak kesepakatan Brexit yang telah ditandatangani Inggris-UE dengan suara telak. Keberatan utama parlemen adalah dalam poin backstop di perbatasan Irlandia Utara.
Backstop adalah kesepakatan Inggris-UE untuk menghindari penjagaan di perbatasan Irlandia Utara dan Republik Irlandia. Backstop akan diterapkan selama London dan Brussels belum mencapai kerja sama perdagangan yang permanen.
Namun, para anggota parlemen khawatir backstop akan seterusnya mengikat Inggris dalam aturan UE. Karena itu, parlemen mendesak PM Theresa May untuk merevisi isu backstop dengan menetapkan tanggal berakhirnya.
Bergeming
Brussels sampai saat ini tidak bersedia mengubah kesepakatan yang telah ditandatangani. Namun, mereka bersedia menambah adendum dalam deklarasi politik terpisah yang menyatakan bahwa Inggris dan UE ingin mencapai kesepakatan perdagangan secepatnya.
Pada 12 Maret, parlemen akan memvoting kesepakatan Brexit hasil negosiasi dengan Brussels. Jika parlemen menolak, keesokan harinya parlemen akan melakukan voting apakah Inggris akan keluar dari UE tanpa kesepakatan. Jika opsi ini pun ditolak, parlemen akan melakukan voting lagi apakah Inggris akan meminta tenggat Brexit ditangguhkan.
Para pelaku bisnis di Inggris menolak Brexit tanpa kesepakatan karena akan berdampak pada penerapan tarif dan aturan baru terhadap produk-produk Inggris. Brexit tanpa kesepakatan juga akan mendestabilisasi kesepakatan damai di Irlandia Utara. Selama ini, warga ataupun barang dari Irlandia dan Irlandia utara bebas masuk tanpa hambatan, seperti yang disyaratkan dalam Kesepakatan Jumat Agung 1998.
CEO Toyota di Eropa Johan van Zyl mengingatkan bahwa Toyota akan menghentikan produksi di Inggris selambatnya tahun 2023 jika Brexit terjadi tanpa kesepakatan. ”Jika lingkungan bisnis berubah menjadi sangat sulit bagi kami untuk beroperasi, penarikan diri (Toyota) akan masuk agenda,” kata Zyl. Toyota sebelumnya sudah mengatakan bahwa Brexit tanpa kesepakatan sangat tidak diharapkan. Tahun 2023 merupakan berakhirnya siklus produksi di Toyota.