Korea Selatan Sahkan Delapan UU untuk Atasi Polusi Udara
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·2 menit baca
SEOUL, RABU — Korea Selatan memperkuat upayanya mengatasi polusi udara dengan mengesahkan delapan undang-undang yang memungkinkan anggaran darurat dikucurkan untuk mengatasi ”bencana sosial” itu.
Apabila tidak ada keberatan atas undang-undang baru itu, dalam waktu sekitar 15 hari undang-undang tersebut akan efektif berlaku.
Polusi di negara dengan kekuatan ekonomi terbesar keempat di Asia itu disebabkan oleh sejumlah hal, termasuk pembangkit listrik tenaga batubara dan emisi gas buang kendaraan. Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran publik yang luas dan menurunkan popularitas Presiden Moon Jae-in.
Menjadikan masalah polusi sebagai ”bencana” memungkinkan pemerintah menggunakan anggaran cadangannya untuk merespons situasi darurat apa pun yang disebabkan oleh polusi udara. Tahun ini, dana cadangan Korea Selatan mencapai 3 triliun won atau sekitar 2,65 miliar dollar AS.
Undang-undang lain yang berhasil disahkan adalah regulasi yang mewajibkan setiap ruang kelas di sekolah memiliki pembersih udara dan menghilangkan batas penjualan kendaraan berbahan baku elpiji yang dinilai menghasilkan emisi lebih sedikit dibandingkan dengan kendaraan bermotor berbahan baku bensin atau diesel.
Secara umum, isi undang-undang yang baru meneruskan aturan sebelumnya dalam memerangi polusi, misalnya dengan membatasi penggunaan pembangkit listrik berbahan baku batubara.
Pada 2017, kualitas udara di Korea Selatan terburuk di antara negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Paparan rata-rata partikel debu (particulate matter/PM) berukuran 2.5 mikron adalah 25,1 mikrogram per meter kubik dalam setahun atau lebih dari dua kali lipat dari kondisi negara-negara OECD yang hanya 12,5 mikrogram per meter kubik.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan, salah satu indikator standar kualitas udara adalah paparan PM 2.5 tidak boleh lebih dari 10 mikrogram.
Selama enam hari pada awal Maret, konsentrasi polusi udara menyelimuti sebagian besar wilayah Korea Selatan. Kondisi terburuk terjadi pada 5 Maret lalu, yang membuat pemerintah setempat merekomendasikan warga untuk menggunakan masker, menggunakan transportasi publik, dan mengurangi aktivitas di luar ruang.
Selama ini Seoul sudah melakukan berbagai hal untuk mengurangi tingkat polusi udaranya, termasuk menutup lima pembangkit listrik berbahan baku batubara tahun lalu
Berdasarkan polling mingguan yang dilakukan oleh Gallup Korea yang dirilis pada 8 Maret lalu, popularitas Moon turun 3 persen dari seminggu lalu yang masih berada pada 46 persen.
Negara tetangga Korea Selatan, China, juga tengah berperang mengatasi masalah polusi udara yang mengancam pertumbuhan ekonomi yang diraih selama tiga dekade terakhir.
China adalah negara sumber polusi terbesar di dunia dan, menurut Badan Energi Internasional, menggunakan batubara untuk menghasilkan tiga perempat listriknya. (REUTERS/AFP)