TOKYO, Rabu— Untuk pertama kali dalam satu dekade lebih, Jepang tidak akan menyampaikan mosi terhadap catatan hak asasi manusia Korea Utara dalam panel Perserikatan Bangsa-Bangsa, Rabu (13/3/2019).
Keputusan itu diambil menyusul sikap Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe yang mengusahakan berbagai cara untuk menjalin komunikasi dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sebagai bagian dari upaya menyelesaikan kasus penculikan warga Jepang oleh agen-agen Pyongyang di masa lalu.
Abe, yang sejak awal karier politiknya bersikap keras terhadap Korut, telah mengurangi retorikanya tentang Pyongyang ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump kerap menyerang Kim.
Trump bertemu kedua kali dengan Kim Jong Un pada bulan lalu di Hanoi, Vietnam. AS meminta Korut menghentikan program senjata nuklir sebagai imbalan untuk jaminan keamanan dan dicabutnya sanksi. Akan tetapi, pertemuan itu tidak menghasilkan apa pun.
Misi Jepang
Abe kini berusaha bertemu dengan Kim untuk isu penculikan warganya. Abe mengatakan, Jepang berkomitmen memperbaiki hubungan diplomatik dengan Korut, tetapi sejumlah persoalan, termasuk penculikan warga Jepang, harus diselesaikan.
”Setelah meninjau hasil pertemuan puncak AS-Korut, berbagai kondisi terkait penculikan, dan masalah lain, kami memutuskan tidak menyampaikan rancangan resolusi situasi HAM Korut kepada Dewan HAM di Geneva,” kata Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga.
Dalam 11 tahun terakhir, Jepang bersama dengan Uni Eropa mengeluarkan mosi mengecam kondisi HAM di Korea Utara. Pyongyang telah berulang kali menolak tuduhan pelanggaran HAM itu.
Tokyo meyakini pada tahun 1970-an hingga tahun 1980-an agen-agen Korut menculik setidaknya 17 warga Jepang untuk melatih bahasa dan kebiasaan warga Jepang pada mata-mata mereka.
Setelah bertahun-tahun menyangkal, pada tahun 2002 Korut mengakui telah menculik 13 warga Jepang.
Namun, Jepang meyakini bahwa warganya yang hilang diculik Korea Utara mencapai ratusan orang.
(AFP/REUTERS/ADH)