Data AS dan Stimulus di China Dorong Kenaikan Bursa Asia
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
SYDNEY, SENIN — Pasar saham Asia naik tipis pada awal perdagangan, Senin (8/4/2019), karena investor menyambut data ketenagakerjaan di Amerika Serikat. Investor dan pelaku pasar juga menantikan stimulus kebijakan yang lebih banyak di China. Dalam sebuah dokumen yang diterbitkan di situs web pemerintah pusat pada Minggu malam, Beijing menyatakan akan meningkatkan kebijakan target pengurangan rasio cadangan wajib bank untuk mendorong pembiayaan bagi usaha kecil dan menengah.
Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,1 persen menjadi tepat di bawah level tertinggi tujuh bulan terakhir. Sementara indeks Nikkei Jepang naik 0,2 persen ke level tertinggi tahun ini sejauh ini. Penguatan juga terjadi pada indeks saham Korea Selatan dan Australia yang sama-sama membuat kenaikan moderat. Sementara itu, E-Mini futures untuk indeks S&P 500 naik tipis 0,03 persen.
Di Wall Street, benchmark S&P 500 pada pekan lalu ditutup lebih tinggi untuk hari perdagangan selama ketujuh berturut-turut sebagai sebuah kenaikan beruntun terpanjang sejak Oktober 2017. Namun, ujian tampak pada kinerja bank-bank besar AS yang mengalami kontraksi pendapatan sejak 2016 sebagaimana terlihat pada kinerja triwulan pertama tahun ini.
Risalah pertemuan kebijakan terakhir The Federal Reserve akan keluar pada hari Rabu pekan ini. ”Pasar akan melihat seberapa dovish FOMC nanti,” tulis analis di TD Securities dalam analisa tertulisnya.
”Kami menempatkan kesempatan yang sangat rendah, tetapi tidak nol pada diskusi penurunan suku bunga. Sebaliknya, kenaikan suku bunga masih jadi pemikiran sebagian besar pejabat Fed.”
Data ketenagakerjaan
Pasar merespons beragam setelah data ketenagakerjaan di AS terbaru dirilis pada pekan lalu. Data penggajian AS dilaporkan menunjukkan kenaikan 196.000 pada bulan Maret, sementara pertumbuhan upah tahunan melambat sedikit menjadi 3,2 persen.
”Data ini meredakan ketakutan sisi bawah dan sisi atas,” kata Alan Ruskin, Kepala Global Strategi G10 FX, di Deutsche Bank. ”Kekhawatiran pelemahan pertumbuhan pun berkurang. Di sisi positifnya, data upah tidak menunjukkan percepatan lebih lanjut yang akan mengancam inflasi.”
Menurut Ruskin, data itu menunjukkan bahwa ekonomi AS tetap cukup kuat. Diperkirakan hal itu sekaligus tidak membenarkan adanya ekspektasi penurunan suku bunga selama enam bulan ke depan.
Dollar AS stabil di 97,377 terhadap sejumlah mata uang utama global pada awal pekan ini. Dollar AS mempertahankan kenaikan baru-baru ini terhadap yen Jepang di level 111,68 per dollar AS. Sementara mata uang euro melemah akibat serangkaian data suram dari Eropa.
Pelemahan juga terjadi pada mata uang poundsterling akibat ketidakpastian yang melingkupi proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris Theresa May harus memiliki rencana baru untuk menjamin penundaan dari para pemimpin Uni Eropa pada pertemuan puncak, Rabu pekan ini (REUTERS)