KAIRO, KOMPAS — Israel, Selasa (9/4/2019), menyaksikan persaingan terketat dalam sejarah pemilu parlemen sejak berdirinya negara Israel tahun 1948. Tercatat 6.339.720 warga Israel memiliki hak suara. Mereka, sejak Selasa pagi kemarin, memberikan hak suara di 10.720 tempat pemungutan suara yang tersebar di seluruh Israel.
Guna mengamankan jalannya pemilu, aparat keamanan Israel menutup semua akses menuju Tepi Barat, mengisolasi Jalur Gaza dan perbatasan dengan Lebanon serta Suriah.
Sebanyak 41 faksi politik bersaing memperebutkan 120 kursi Knesset (parlemen Israel). Menurut undang-undang pemilu Israel, ambang batas suara minimal 3,25 persen bagi faksi politik untuk bisa masuk parlemen.
Persaingan tersengit terjadi antara partai Likud pimpinan PM Benjamin Netanyahu dan faksi Kahol Lavan atau Gerakan Biru-Putih pimpinan mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Benny Gantz. Partai Likud beraliran kanan, sedangkan Kahol Lavan berhaluan kiri tengah.
Beberapa pengamat Israel menyebut, pemilu kali ini bagi Netanyahu adalah pertarungan hidup-mati karena pilihannya adalah menjadi perdana menteri lagi atau masuk penjara terkait kasus korupsi yang menimpanya. Netanyahu— menjabat PM sejak tahun 2009—adalah pejabat Israel terlama yang menjabat PM setelah pendiri negara Israel, David Ben Gurion.
Untuk menumbangkan Netanyahu, Gantz merangkul para jenderal: tiga mantan kepala staf angkatan bersenjata (Shaul Mofaz, Moshe Yaalon, dan Gabi Ashkenazi), mantan Kepala Intelijen Militer Amos Yadlin, dan mantan Panglima Wilayah Tengah Israel yang bertanggung jawab atas Tepi Barat, Wafi Mizrahi.
Dalam tradisi politik Israel sejak pemilu pertama tahun 1949, tidak ada partai politik yang menang mutlak atau meraih 61 kursi dari 120 kursi Knesset. Menurut UU Pemilu Israel, partai atau faksi peraih suara terbanyak yang berhak membentuk pemerintahan. Partai peraih suara terbanyak tersebut biasanya membentuk koalisi untuk mencapai minimal 61 kursi agar bisa membentuk pemerintahan.
Menurut harian terkemuka Israel, Haaretz, ada tiga skenario tentang hasil pemilu. Skenario pertama, kubu kanan meraih 66 kursi Knesset, sedangkan partai Likud meraih kursi dalam jumlah sama dengan kursi yang diperoleh Gerakan Biru-Putih, atau sedikit lebih banyak dari Gerakan Biru-Putih. Apabila skenario ini terjadi, Netanyahu menjadi kandidat kuat untuk mendapat mandat membentuk pemerintahan baru dengan membentuk koalisi dengan partai kanan dan agama, seperti partai agama Shas, Yisrael Beiteinu, United Right, United Torah Judaism, dan New Right.
Skenario itu dianggap lebih memuluskan Netanyahu
mempertahankan jabatan PM dibandingkan dua skenario
lain, yakni kubu kanan mendapat suara mayoritas, tetapi
Likud hanya meraih 28-29 kursi, gerakan Biru-Putih 33-34 kursi, dan skenario Likud meraih suara terbanyak, tetapi sebagian partai kanan lain tidak bisa masuk Knesset karena perolehan suaranya kurang dari ambang batas minimal 3,25 persen.