Militer Paksa Omar al-Bashir Mundur, Akhiri 30 Tahun Pemerintahan di Sudan
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN (DARI KAIRO, MESIR)
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Militer Sudan, Kamis (11/4/2019), melancarkan kudeta untuk memaksa mundur Presiden Omar al-Bashir yang berkuasa di Sudan selama 30 tahun sejak 1989. Militer diberitakan telah mengenakan tahanan rumah terhadap Bashir dan menangkap sejumlah pejabat tinggi loyalis Bashir.
Mengutip sumber di kalangan pejabat pemerintah dan menteri tingkat provinsi, kantor berita Reuters melaporkan bahwa Bashir telah mengundurkan diri. Saat ini sedang berlangsung konsultasi-konsultasi untuk membahas pembentukan dewan pemerintahan transisi yang akan memimpin Sudan pasca-Bashir.
Menteri Produksi dan Sumber Ekonomi di Darfur Utara Adel Mahjoub Hussein mengatakan kepada televisi yang bermarkas di Dubai, al-Hadath TV, bahwa ”sedang berlangsung konsultasi-konsultasi untuk membentuk dewan militer untuk mengambil alih kekuasaan setelah Presiden Bashir mundur”.
Sumber-sumber di Sudan mengatakan kepada kantor berita Reuters, Bashir (75) berada di kediaman kepresidenan di bawah ”penjagaan ketat”. Anak Sadiq al-Mahdi, ketua pemimpin oposisi utama, Partai Ummah, menyatakan kepada televisi al-Hadath, Bashir dikenai tahanan rumah bersama sejumlah pemimpin kelompok Ikhwanul Muslimin.
Televisi Pemerintah Sudan melaporkan, Kamis, angkatan bersenjata Sudan akan menyampaikan pengumuman penting terkait situasi di pemerintahan Sudan. Pengumuman itu disampaikan setelah, menurut televisi Al Jazeera, militer Sudan menduduki televisi pemerintah itu.
Sejumlah saksi mata mengungkapkan, pada Kamis dini hari militer Sudan mengerahkan pasukan di sekitar markas Kementerian Pertahanan. Pada saat bersamaan, tentara dan aparat keamanan juga dikerahkan di jalan-jalan utama dan sejumlah jembatan di Khartoum.
Awal pekan ini, tentara bentrok dengan aparat keamanan dan intelijen berseragam yang berusaha membubarkan ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah di luar kantor Kementerian Pertahanan di Khartoum. Sedikitnya 11 orang tewas dalam bentrokan, Selasa lalu, termasuk enam personel angkatan bersenjata.
Kamis dini hari, militer Sudan mengerahkan pasukan di sekitar markas Kementerian Pertahanan dan jalan-jalan utama di Khartoum.
”Angkatan bersenjata tidak lama lagi akan menyampaikan pengumuman penting. Bersiaplah,” demikian pengumuman yang disiarkan televisi pemerintah, Kamis pagi waktu setempat.
Sementara publik Sudan menantikan pengumuman lebih lanjut, televisi dan radio pemerintah menyiarkan lagu-lagu kebangsaan, mengingatkan warga dewasa di Sudan tentang bagaimana pengambilalihan militer terjadi di negara tersebut.
Unjuk rasa nasional
Asosiasi Profesional Sudan, yang mengoordinasikan unjuk rasa nasional, menyerukan kepada warga Khartoum untuk berbondong-bondong mendatangi markas tentara.
”Kami mengajak seluruh warga di ibu kota Khartoum dan kawasan sekitarnya untuk segera datang ke titik kumpul dan untuk tetap di sana hingga pernyataan diumumkan,” demikian pernyataan asosiasi itu.
Di area titik kumpul di luar markas militer, yang juga menjadi kediaman Bashir, unjuk rasa warga memasuki hari keenam pada Kamis ini. Uni Eropa melukiskan kumpulan massa di tempat itu mencapai ”jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya”. ”Sudah jatuh, kita menang,” teriak pengunjuk rasa.
Para pengunjuk rasa selama lima malam berturut-turut memadati area luar kompleks markas militer tersebut. Mereka menyanyi, menari-nari mengikuti irama lagu-lagu revolusioner. Saksi mata menyebutkan, beberapa kendaraan militer yang mengangkut tentara memasuki kompleks itu, Kamis dini hari.
Saksi mata lainnya menambahkan, saat bersamaan banyak kendaraan militer yang mengangkut tentara juga dikerahkan di beberapa sudut kota Khartoum. ”Warga datang berbondong-bondong,” ujar seorang yang ikut berkumpul di area tersebut tanpa mau disebut identitasnya dengan alasan keselamatan.
Unjuk rasa anti-pemerintah bereskalasi dalam beberapa bulan terakhir di Sudan, dimulai 19 Desember 2018, menghadirkan tantangan paling berat bagi Presiden Bashir sejak ia berkuasa selama tiga dekade di negeri tersebut.
Bashir, mantan anggota pasukan terjun payung yang merebut kekuasaan melalui kudeta tak berdarah tahun 1989, memimpin Sudan melewati sejumlah krisis internal dan menghadapi beberapa kali upaya Barat yang berusaha melemahkannya.
Di bawah kepemimpinan Bashir, Sudan mengalami periode isolasi yang lama sejak tahun 1993 saat Amerika Serikat memasukkan pemerintahan Bashir dalam daftar sponsor terorisme.
Empat tahun kemudian, Washington menjatuhkan sejumlah sanksi terhadap negara itu. Bashir juga didakwa Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag dalam kasus tuduhan genosida di wilayah Darfur terkait perlawanan yang terjadi sejak 2003. (AP/AFP/REUTERS/SAM)