Pasar Asia Lebih Perhatikan Ekonomi China ketimbang Pemilu Indonesia
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019 pada Rabu, 17 April 2019, tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi pasar modal Asia. Pasar lebih menitikberatkan perhatian pada rilis pertumbuhan ekonomi China yang membaik.
Sejumlah saham Asia dibuka menguat, yang dipengaruhi rilis data perbaikan perekonomian China dalam tiga bulan pertama tahun ini. Lantai bursa Shanghai, Jepang, Singapura, Taipei, Bangkok, dan Manila menguat 0,3-0,4 persen.
Pada periode Januari-Maret 2019, perekonomian China tumbuh sebesar 6,4 persen. Kendati sama dengan kuartal sebelumnya, pertumbuhan itu lebih baik daripada perkiraan sejumlah analis dalam berbagai jajak pendapat. Capaian itu membawa angin segar bagi pasar global mengingat China merupakan penggerak ekonomi terbesar kedua di dunia.
”Angka-angka itu memberikan beberapa pertolongan bahwa pelambatan ekonomi terbesar kedua di dunia tidak seburuk yang ditakuti,” kata Neil Wilson, Kepala Analis Pasar Markets.com, Rabu (17/4/2019).
Beberapa bulan terakhir, pasar global telah menunjukkan kenaikan cukup baik, yang dipengaruhi optimisme kesepakatan negosiasi perang dagang AS-China. AS dan China memberi sinyal, perang dagang bisa ditangguhkan. Pasar global juga bereaksi positif atas rilis laporan keuangan Wall Street yang cukup sehat.
Sentimen positif di pasar global tidak banyak terpengaruh penyelenggaraan pemilu serentak di Indonesia. Dalam wawancara bersama Bloomberg, Jemmy Paul, Chief Executive Officer Sucorinvest Asset Management, berpendapat, dampak negatif pemilu terhadap kondisi pasar dan ekonomi RI pada tahun ini akan lebih kecil daripada tahun 2014.
”Pasar cukup optimistis meski masih ada sejumlah risiko,” kata Jemmy.
Menurut dia, risiko itu dikhawatirkan muncul dari situasi politik yang tidak kondusif pasca-penyelenggaraan pemilu dan proyeksi pelemahan pertumbuhan ekonomi global. Meski demikian, ketakutan akan terjadinya situasi kacau layaknya tahun 1990 tidak akan terjadi.
Pasar optimistis pemilu akan berjalan lancar, ekonomi tumbuh, dan investasi masuk. ”Pemilihan presiden dan wakil presiden serta legislatif tahun ini akan membentuk perekonomian Indonesia dalam lima tahun mendatang,” kata Jemmy.
Pasar cukup optimistis meski masih ada sejumlah risiko. Risiko itu dikhawatirkan muncul dari situasi politik yang tidak kondusif pasca-penyelenggaraan pemilu dan proyeksi pelemahan pertumbuhan ekonomi global.
Skenario risiko
Menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara, siapa pun presiden dan wakil presiden yang terpilih akan dihadapkan pada risiko besar dalam 1,5 tahun pertama masa pemerintahannya. Pendukung fanatik kedua pasangan calon akan menuntut janji-janji politik mereka.
Dalam 1,5 tahun pertama, pasangan Jokowi-Amin harus bisa melakukan konsolidasi internal pemerintah dengan memilih menteri-menteri yang tepat. Pengisi jajaran kabinet akan memengaruhi kepercayaan publik. Sementara Prabowo-Sandi harus bisa merealisasikan berbagai janji kampanye, seperti menurunkan harga daging dan tarif listrik.
”Pada waktunya, kekuatan rakyat yang akan bergerak jika presiden terpilih gagal mengambil kepercayaan rakyat dalam 1,5 tahun pertama,” kata Bhima.
Pada waktunya, kekuatan rakyat yang akan bergerak jika presiden terpilih gagal mengambil kepercayaan rakyat dalam 1,5 tahun pertama.
Arah kebijakan presiden dan wakil presiden terpilih penting karena Indonesia akan dihadapkan pada situasi perekonomian global yang penuh ketidakpastian. Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 menjadi 3,3 persen. Dalam enam bulan terakhir, IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi sebanyak tiga kali.
IMF menyebutkan, ada tiga faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi global kembali direvisi ke bawah, yaitu ketidakpastian negosiasi perang dagang AS-China, dampak kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed), dan harga minyak dunia. (BLOOMBERG/AFP)